Jumat, Januari 02, 2009

TIP

Oleh: Rasid Rachman

Orang Kolkata biasa meminta tip, upah ekstra. Pelayan restoran, petugas penginapan, sopir taksi, semua minta tip. Minta tip bahkan tanpa malu-malu lagi. Sehabis makan, atau sehabis menginap, pramusaji dan petugas hotel memberikan kode menjentikan jari telunjuk dan jari tengah, lalu berkata: “My tip.”
Sopir taksi minta tip, hampir pasti. Setibanya saya di bandara Kolkata, hampir tengah malam, saya membeli tiket prepaid taxi. Ketika tiket bukti tersebut saya berikan kepada sopir taksi yang sedianya membawa saya ke penginapan, sebelum mesin mobil dihidupkan dia berkata:
Sopir: “Pak, lihat, sekarang hujan besar.” (cari-cari alasan)
Saya : “Ya, lantas apa masalahnya?”
Sopir: “Hotel masih jauh, dan sekarang hujan lebat.”
Saya : (tetap bertahan) “Saya tahu sekarang hujan. Tapi kita kan di mobil. Mobil ini berfungsi, bukan?
Sopir: “Saya perlu tambahan ongkos.”
Saya : “Lho …!” (tapi segera saya sadar posisi saya. Tiket prepaid saya sudah diambilnya, tengah malam, lelah sekali, banyak barang, baru tiba di negeri asing) “Ya sudah, berapa kamu minta.”
Sopir: “Seratus Rupee.”

Saya menyewa dormitory untuk tempat saya selama di Kolkata. Sebenarnya tempat saya tersebut nyaman dan aman. Tertutup bagi masuknya orang-orang luar ke dalam kompleks. Dormitory itu dikelola oleh keluarga. Begitu amannya, kamar yang berisi empat ranjang – berarti dapat diisi oleh empat tamu menginap yang tidak saling kenal sebelumnya – tidak pernah terkunci, baik ketika saya di dalam maupun pergi. Aman. Namun, sebelum saya pulang, ayah dari keluarga pengelola rumah itu meminta tip: “My tip, sir.” Buset, kata batin saya: “Kamu kan manajer ...!?”

Begitulah Kolkata. Sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan kota Jakarta menyambut orang asing dan orang tidak asing. 