Minggu, Oktober 10, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN MALEAKHI
... bagi saya.

(Habis)


>Beliau menyebutnya sebagai *dalil-dalil bagi pendeta*
>"Dalil-dalil" ini dapat berlaku umum tetapi juga dapat berlaku
>khusus buat pendeta atau pengerja GKI.

RR: saya sendiri melihat bahwa dalil Pdt Ben merupakan percikan
spiritualitasnya. Saya tidak tahu seberapa tebal tulisan tersebut nantinya
(4 dari 17 dalil, sebab masih bersambung), namun saya ingin memberikan
sedikit komentar.

Berbeda antara percikan spiritualitas dan uraian teologis-filosofis. Uraian
teologis-filosofis lebih bersifat keilmuan objektif berdasarkan penelitian
pustaka dan atau lapangan. Tekanan utamanya adalah seberapa banyak buku yang
dibaca dan pendalaman si penulis. Sedangkan percikan spiritualitas berangkat
dari pengalaman hidup personal sang penulisnya. Melalui tulisan
spiritualitasnya, pembaca berhadapan dengan kehidupan dan eksistensi si
penulis sendiri; hal ini tidak dijumpai dalam sebuah uraian
teologis-filosofis di mana si penulis tak perlu "mengisahkan" pengalaman
hidupnya sendiri. Tulisan Pdt Ben menggambarkan hal tersebut, sehingga
ketika membacanya saya langsung membayangkan bahwa Pdt Ben adalah bukan
sekadar pendeta, melainkan seorang asket di dunia (innerweltische askese).
Sejarah banyak ditopang oleh orang semacam ini, yang dalam bahasa Perjanjian
Lama disebut nabi. Menulis percikan spiritualitas tidak berarti menolak
buku-buku acuan, malahan sebaliknya dan justru melampauinya. Pasti ada
ribuan buku yang telah dan masih tetap dibacanya, namun – berbeda dengan
penulisan karya teologis-filosofis – si penulis tidak semata-mata tergantung
pada buku-buku. Eksistensi dan pengalaman hidupnyalah yang mewarnai
tulisannya dan mengatasi semua buku yang dibacanya. (memang biasanya
pancaran spiritualitas ditulis oleh orang yang telah beruban rambutnya).
Siapa pun yang membaca dalil Pdt Ben akan tiba pada kesimpulan bahwa dalil
itu beracuan pada banyak sekali buku dll, namun si penulis tidak melulu
tergantung pada buku-buku acuan tersebut. Ada sesuatu yang mengatasi
sumber-sumber objektif tersebut, sehingga dalil tersebut bersifat universal
(di mana saja, kapan saja), inklusif (bukan hanya untuk Pendeta), dan
fleksibel (dapat diterapkan menurut model lain). Jelas, dalam karya tertulis
spiritulitas seperti itu tidak terdapat perbantahan teori atau perdebatan
data. Namun setiap pembaca akan memperoleh nilai-nilai yang dalam tentang
makna kehidupan dan hakikat manusia di hadapan Allah.

Rasid Rachman
(bersambung juga menanti sambungannya)

Minggu, September 05, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT.EM. BEN MALEAKHI

DALIL 17
Pembinaan mempunyai tiga aspek
yang perlu dirancang menyeluruh dan sinambung:
Pembinaan dengan sasaran pengembangan pribadi anggota Jemaat,
baik anak-remaja-pemuda-dewasa maupun lansia.
Pembinaan dengan sasaran seluruh Jemaat,
yaitu menyatukan buah pengembangan pribadi tersebut di atas.
Pembinaan baik pribadi maupun sebagai Jemaat seutuhnya
mengarah pada kehidupan masing-masing di tengah dunia nyata,
yaitu masyarakat dan lingkungan.
Memang tidak seluruh aspek yang terkandung
di dalam lingkup tugas pembinaan itu dikerjakan sendiri oleh Pendeta.
Demikian pula, kalau jumlah Pendeta lebih dari satu orang,
tetap tidak boleh semuanya dipegang oleh Pendeta.
Namun, sebaiknya Pendeta merancang keseluruhan aspek pembinaan itu
secara menyeluruh dan sinambung.
Paling tidak, ada gambaran tentang pembinaan itu seutuhnya dengan rincian
sebagai berikut:
Apa, siapa: yang dibina dan yang membina
Kapan: cuma Minggu atau sepanjang hari
Di mana: Gereja atau keluarga
Mengapa: apa yang mau dicapai, untuk apa, memenuhi panggilan yang mana
Bagaimana: praktisnya, operasionalnya, cara-caranya, petunjuk
pelaksanaannya, metode yang mau dipakai dsb.

Masalah yang belum diperhitungkan dengan serius adalah pembinaan bagi anak.
Anak adalah Sumber Daya Manusia usia dini.
Mereka adalah Gereja masa kini,
terlebih penting lagi sebagai Gereja masa depan.
Kelemahan masa kini (bagi mereka) akan
berakibat bagi Gereja pada masa depan.
Bagaimana Gereja masa depan ada kaitannya dengan
apa yang kita lakukan pada masa kini.
Demikian pula, keluarga masa depan ada di tangan keluarga kita masa kini.
Kapan kita mau melunasi hutang kita untuk membina anak
dalam konteks keluarga maupun Gereja yang hidup di tengah
masyarakat di jaman yang berkembang pesat ini?

Berbicara mengenai pembinaan iman bagi anak-anak
sangat penting memperhitungkan keluarga.
Keluarga sebagai pusat pertumbuhan.
Keluarga merupakan lahan subur bagi pertumbuhan iman.
Kalau lahan yang subur itu tidak dimanfaatkan, alangkah besar kekeliruannya.

Gereja harus siap membantu keluarga, khususnya ayah dan ibu.
Peran ayah dan ibu dalam membina iman bagi anak-anak tidaklah mudah.
Bukan hanya kesibukan, tetapi juga keterampilan masih perlu disiapkan.
Bagaimana mengajarkan kebenaran Firman Tuhan dalam bahasa anak?
Bagaimana memakai waktu yang tepat untuk membawa anak pada Kristus?
Bagaimana memakai Alkitab anak?
(Memiliki Alkitab untuk anak-anak saja belum!)
Wah, masih banyak yang perlu dikerjakan untuk
menolong pertumbuhan iman bagi anak (Batita, Balita, dst.)

Apa komentar Anda?

Selasa, Agustus 17, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN MALEAKHI
Kompetensi 4: Pembinaan


DALIL 16
Pembinaan adalah usaha yang teratur dan terarah
dalam bidang pembelajaran (learning)
untuk menumbuhkan iman Jemaat agar tahu-mau-dan mampu
merelasikan imannya dalam kehidupannya sehari-hari.
Dengan kata lain, pembinaan bertujuan memberdayakan anggota Jemaat
agar sanggup menyatakan imannya dalam hidup sehari-hari.
Pendeta memahami proses belajar orang dewasa,
Andragogi selain Paedagogi.



Dengan demikian orang dewasa dalam proses belajarnya
tidak disamakan dengan anak.
Pendeta membiasakan diri menyajikan
bahan pembinaan dengan sistem modul.
Dengan demikian anggota Jemaat mengetahui apa
dan untuk apa serta bagaimana proses belajar yang akan diikutinya.
Pendeta perlu melengkapi diri dengan buku-buku tentang pembinaan.
Buku-buku tentang pembinaan semakin banyak jumlahnya.
Perlu dimiliki, namun lebih perlu lagi membacanya,
kemudian memilihkan bagi anggota Jemaat
mana yang baik untuk pertumbuhan iman mereka.
Belajar menyenangkan.



Belajar merupakan ciri khas manusia,
kalau mau dibandingkan dengan mahluk lain.
Kalau belajar menjadi tidak menyenangkan,
maka perlu dicari akar penyebabnya.
Tentu ada sesuatu yang kurang beres.
Yang kurang beres itu pada setiap orang mungkin sekali berbeda-beda.
Sebab itu pendekatan untuk mengajak anggota Jemaat
untuk belajar tidak bisa dilakukan secara “gampangan” dan massal saja.
Perlu pendekatan individual.
Kalau begitu banyak jumlah anggota, maka perlu dicarikan jalan,
bagaimana memobilisir anggota Jemaat.
Yang sudah sadar menyadarkan orang lain dst.

Dalam kerangka berpikir seperti tersebut di atas,
peran Pendeta menjadi penting.
Yang perlu dilakukan adalah hal-hal sebagai berikut:
Pendeta perlu menguasai teknik dinamika kelompok
sebagai salah satu kelengkapan kerjanya.
Untuk kepentingan ini sudah banyak buku ditulis.
Juga dalam bahasa Indonesia.
Pendeta hendaknya memiliki staf,
atau sejumlah orang yang cukup terampil
untuk melaksanakan kegiatan penyiapan bahan,
menggerakkan Jemaat (publikasi) dan secara langsung juga mengajar.
Jangan Pendeta bekerja sendiri dan selalu mau sendiri saja.
Pendeta perlu sekali menyediakan waktu untuk belajar.
Sebab pembinaan erat kaitannya dengan belajar.
Belajar dari sumbernya.
Sumber belajar adalah buku.
Jadi Pendeta tidak bisa dilepaskan dari membaca buku.
Karena waktu sangat terbatas, maka Pendeta harus belajar menolak.
Menolak nampaknya kurang baik, bahkan dikatakan sebagai “kurang-ajar”.
Tetapi, menerima semua permintaan juga tidak mungkin.
Jadi, Pendeta harus belajar mengatakan “t i d a k”, namun tidak menyakitkan
hati.
Time management” sangat penting bagi Pendeta,
agar dapat leluasa mengatur waktunya.
Majelis Jemaat perlu ikut menentukan mana yang prioritas
dan mana yang bukan prioritas bagi pekerjaan Pendeta.

Sekarang kita beralih pada bagian Alkitab
yang menggambarkan apa yang mau dicapai melalui pembinaan iman itu.
Cukup banyak ayat dalam Alkitab yang dapat dikemukakan
untuk kepentingan pembinaan atau pendidikan iman. Salah satunya ini:

”......sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan
yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertum-
buhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi
anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran,
oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan,
tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita ber-
buh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.
Dari pada-Nyalah seluruh tubuh – yang rapih tersusun dan diikat menjadi
satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan
tiap-tiap anggota – menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya
dalam kasih." (Ef 4:13-16)

Bertolak dari ayat-ayat tersebut di atas dapat ditekankan beberapa hal penting
untuk pertumbuhan iman, misalnya adalah hal-hal sebagai berikut::

Pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,
yaitu Tuhan Yesus Kristus Sendiri.
Kedewasaan penuh, bukan lagi anak-anak yang terombang-ambing
oleh berbagai pengajaran yang menyesatkan
Menerima pertumbuhan (seolah pasif ... menerima),
namun membangun diri secara aktif.
Dalam keseluruhannya kasih memegang peran penentu agar dilaksanakan.
Menghayati gambaran tersebut di atas mengajak kita untuk sampai pada kesimpulan:
Pembinaan atau proses belajar-mengajar sekitar Firman Tuhan
bagi pertumbuhan iman sangat penting.

Apakah komentar Anda?

Sabtu, Juli 31, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT.EM. BEN MALEAKHI

Kompetensi 3: Kepemimpinan

DALIL 15
Dalam kepemimpinan, Pendeta tetap berada dalam jalur pemimpin spiritual.
Ia tidak bergeser menjadi “manager” sebagaimana kedudukan
dalam perusahaan atau direktur di kantor tertentu.
Pengetahuan manajemen yang Pendeta kumpulkan dari berbagai sumber
merupakan bahan penunjang. Sebagai bahan penunjang perlu disaring.
Dalam melaksanakan kepemimpinan Pendeta harus menjaga
agar Gereja tetap sebagai Gereja.
Wibawanya terletak bukan pada kekuasaan,
tetapi pada sejauh mana Pendeta sanggup menganyam firman Tuhan,
sebagai sumber kebijakan (wisdom) dalam keputusan-keputusan yang diambilnya.

Let the Church Be the Church.

Mulai banyak ketua Majelis Jemaat yang bukan Pendeta,
tetapi Penatua.
Salah satu dasar pemikirannya adalah
agar Pendeta tidak terlibat terlampau mendalam dalam aspek organisasi.
Keberadaannya yang tidak langsung sebagai pemegang “palu”
diharapkan dapat mengamati (observe) sejauh mana kebenaran Alkitabiah
dapat diterapkan dalam kehidupan bergereja dalam masa yang sulit ini.

Kalau hal tsb. di atas mau dijalankan,
maka ada beberapa hal penting perlu dicermati, antara lain:
Ketua non-Pendeta,
selain mempunyai waktu yang cukup agar masalah-masalah tidak terbengkalai.
Ketua non-Pendeta
perlu terbuka terhadap Pendeta untuk saling bertukar pendapat,
bahkan sehati-sepikir di dalam Tuhan.
Hadirnya Ketua non-Pendeta perlu diterima baik,
baik oleh kalangan kemajelisan sendiri maupun oleh Jemaat pada umumnya.
Ketua non-Pendeta tetap berpijak dan
berorientasi pada pegangan Alkitab.
Jangan menggantikannya dengan pegangan lain,
seperti yang berlaku pada perusahaan atau organisasi non gerejawi.



Kepemimpinan yang dijalankan oleh Pendeta di tengah
pelaksanaan struktur yang diketuai oleh non-Pendeta bergerak
dalam hal-hal penting yang cukup strategis, antara lain:
Mengkonsep hal-hal penting untuk dilaksanakan atau
disampaikan melalui Ketua (yang non-Pendeta)
Sikap proaktif dalam menangani masalah-masalah yang potensial.
Dengan sikap ini Pendeta sangat membantu Ketua.
Kita perlu menjaga agar waktu kita jangan tersita untuk
menyelesaikan berbagai macam masalah yang pada intinya
melayani suatu ketidak-puasan.
Lebih baik kita mengarahkan diri pada hal-hal yang bersifat preventif,
seperti melengkapi anggota Jemaat agar mandiri dan dewasa dalam iman.

Sadar atau tidak sadar,
sebagai pemimpin baik Pendeta atau pun non-Pendeta
kita terjebak dalam sikap memimpin
sambil memerintah dan bukan melayani.
Kita cenderung untuk menjadi penguasa kecil,
ketimbang memimpin sebagai bapak yang memberi teladan.
Oleh karena itu, siapa pun yang memimpin perlu sekali lagi
merenungkan pesan Tuhan Yesus yang demikian:

"Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar
di antara kamu hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa
ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi
hamba untuk semuanya." ( Mrk 10:43-44 )

Kepemimpinan yang dijalankan Pendeta
haruslah bertumpu pada kesediaannya untuk melayani, sebagaimana
Tuhan Yesus tunjukkan baik dalam ucapan-Nya maupun perbuatan-Nya.
Sebagai pemimpin, Pendeta menjaga wibawanya bukan karena jabatannya,
tetapi terlebih karena Firman Tuhan yang menjiwai perasaan,
pikiran maupun tindakannya.

Apakah komentar Anda?

Kamis, Juli 22, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT.EM. BEN MALEAKHI

DALIL 14
Pendeta tidak sanggup dan juga tidak perlu
melaksanakan tugas penggembalaan itu seorang diri.
Sebab itu Pendeta harus memiliki:
Jaringan penggembalaan co-Pastor sebagai
sistem bagi awam untuk saling menggembalakan
Dia (Pendeta) tidak boleh memonopoli peran
penggembalaan itu pada dirinya sendiri.
Sebab, kalau demikian, bila ia pergi,
maka Jemaat akan mengalami kesulitan.
Pendeta bertanggung-jawab atas penggembalaan,
namanya saja “gembala”,
namun ia melaksanakannya dengan memakai sistem yang tepat guna.
Jemaat tidak boleh bergantung hanya pada satu atau dua orang saja.
Dalam hal ini, sama sekali bukan berarti Pendeta boleh menganggur
dan tidak mengadakan pelawatan door-to-door.
Ditinjau dari sudut penggembalaan,
dapat dikatakan Jemaat yang kuat adalah bukan Jemaat
yang menggantungkan diri pada Pendeta.
Jumlah Pendeta yang banyak dan
masing-masing memiliki kemampuan teologis atau psikologis yang baik
bukanlah jaminan.
Yang dibutuhkan adalah sebuah sistem jaringan yang baik.
Jaringan untuk memobilisir awam dalam gerakan saling menggembalakan.
Hal tersebut di atas dikatakan dalam buku:

Can the Pastor Do It Alone

Buku itu sudah diuji-coba puluhan tahun.
Setelah hasilnya memuaskan, barulah diterbitkan.
Buku itu berisikan banyak hal yang penting, antara lain:
Bagaimana merekrut calon co-Pastor
Bagaimana menyiapkan mereka
Bagaimana menempatkan mereka dalam tugasnya sehari-hari
Bagaimana memelihara kondisi para co-Pastor itu
Bagaimana mengatasi kelemahan intern maupun ekstern co-Pastor
(Kelemahan ekstern co-Pastor, misalnya:
Mereka ditolak oleh anggota Jemaat,
karena dianggap kurang memiliki kompetensi, bukan Pendeta dlsb)

Dalam melaksanakan tugas pelawatan (door-to-door),
sebaiknya Pendeta didampingi oleh pasangannya (istri atau suami).
Pemahamannya begini:
Dalam kunjungan pastoral itu kita bayangkan
keluarga berjumpa dengan keluarga.
Bukan seperti dokter dengan pasien.
Kalau kunjungan dilakukan bersama,
Pendeta bersama istri atau suami dapat melanjutkan pergumulan doa
bagi anggota Jemaat ketika mereka di rumah.
Doa yang kontinu penting dalam penggembalaan.
Bukan hanya doa ketika berhadapan dengan anggota Jemaat yang diutamakan.
Bila dibutuhkan percakapan dengan suami atau istri saja,
maka suasana sudah mendukung untuk segera melaksanakannya.
Karena, anggota Jemaat sudah mengenal Pendeta bersama istri atau suaminya.

Mengenai “jam bicara Pendeta”, ada yang perlu diingatkan, yaitu:
Jam bicara Pendeta tidak menggantikan
Penggembalaan dalam kunjungan rumah tangga.
Alasannya begini:
Dalam kunjungan Pendeta berarti
Gembala datang ke dunia kehidupan sehari-hari dari anggota Jemaat.
Sedangkan dalam jam bicara anggota datang ke dunia kerja Pendeta.
Ini perbedaan besar.
Dalam kunjungan ke dunia sehari-hari kehidupan anggota Jemaat
Pendeta dan istri mengenal mereka dengan lebih pas.
Dan, pengenalan yang demikian menjadi modal dasar untuk
pengembangan usaha penggembalaan berikutnya.
Jangan kesibukan Pendeta menghalalkan
penggantian kunjungan rumah menjadi jam bicara.
Siapa perlu boleh datang pada waktunya. Bukan begitu.
Dalam memobilisir awam untuk saling menggembalakan,
yang penting sebagai modal dasar adanya saling memberi perhatian.
Sebab itu ayat Alkitab di bawah ini dapat direnungkan sebagai titik tolak:
Marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling
mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. (Ibr 10:24)

Apakah komentar Anda?

Selasa, Juli 13, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN. MALEAKHI

DALIL 13
Sederhananya tugas penggembalaan adalah begini:
Bagaimana caranya mengubah keadaan:
Dari konflik menjadi kompak
Dari tegang menjadi tenang
Dari marah menjadi ramah
Dari duka menjadi suka

Nampaknya sederhana, hanya memutar dari yang negatif menjadi positif.
Tetapi, kenyataannya sukar sekali,
bahkan tidak mungkin kalau bukan dengan kuasa Roh dan Firman.
Seorang Pendeta (dalam hal ini Gembala) adalah
orang yang menunjukkan arah di mana dapat bertemu dengan
Gembala Yang Baik, yaitu Yesus Kristus
melalui Firman-Nya di dalam kuasa Roh Kudus.

"Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu,
jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan
kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan,
tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah
kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu,
tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu." (1Pet 5:2-3)

Konflik mempunyai tiga aspek, yaitu:
Konflik dengan Tuhan,
konflik dengan diri sendiri
konflik dengan sesama dan lingkungan.
Mulai dari konflik yang pertama,
kemudian mempengaruhi yang kedua,
akhirnya sampai pada yang ketiga.
Bagaimana penyembuhannya?
Juga tiga aspek.
Mulailah dengan membereskan hubungan dengan Tuhan,
kemudian menerima diri sendiri sebagaimana adanya,
dan barulah terbuka untuk menerima sesama dan
lingkungan sebagaimana adanya.

Dari konflik yang tiga aspek itu menjadi kasih yang juga tiga aspek, yaitu:
"Kasihilah Tuhan Allah-mu dengan segenap hatimu dan
segenap jiwamu dan segenap akal-budimu
Kasihilah sesamamu manusia Seperti dirimu sendiri
Itulah hukum utama." (Mat 22:37-40)

Untuk mengatasi konflik, hal penting yang pertama adalah kasih.
Yang kedua adalah damai sejahtera (syalom):
"Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku
Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti
yang diberikan oleh dunia kepadamu." (Yoh.14:27)

Masalahnya adalah, bagaimana Pendeta menganyam kedua unsur potensial itu
(kasih dan syalom) dalam melaksanakan penggembalaan.
Menurut 1Petrus 5:2-3 Pendeta menyampaikan berita yang demikian itu
terutama dan terkhusus dengan menjadikan dirinya
”teladan” bagi domba gembalaannya.
Ia bukan saja berkata-kata,
mengemukakan teori ini dan itu yang penting,
tetapi juga membuka diri untuk dilihat sebagai teladan.
Artinya, kalau hidup Pendeta sehari-hari memang diliputi
oleh kasih dan damai sejahtera,
maka kata-kata dan ajakannya dalam penggembalaan akan diikuti orang.

Jangan salah paham.
Berbagai teori pastoral atau pun konseling tentu dibutuhkan.
Tetapi hal yang mendasar sebelum memakai berbagai teori itu
adalah keteladanan sang Pendeta itu sendiri.

Apakah komentar Anda ?

Minggu, Juni 27, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN MALEAKHI

DALIL 12
Baiklah unik, jangan nyentrik, apalagi panik.
(be specific. Preach your own message).
Tidak perlu meniru pengkhotbah ternama.
Masing-masing mendapat karunia yang berbeda.
Belajar dari kekuatan pihak lain baik, asalkan tetap menjadi diri sendiri.
Unik, nyentrik dan panik terdengarnya hampir sama.
Tetapi, pengertiannya sangat berbeda.




Unik,
patut diikuti, dijadikan patokan. Kita perlu mempunyai identitas diri.
Kita tidak sama dengan yang lain.
Kita unik. Bahkan, setiap pribadi unik.
Itu wajar.

Nyentrik,
ekstrem, ada di luar tatanan yang normal, lalu menjadi tidak wajar.
Ini perlu dihindari. Karena, pada satu pihak dapat mengganggu orang lain.
Dan, pada pihak lain dapat mengganggu diri sendiri juga.




Panik,
lain lagi. Panik berarti menjadi bingung,
sehingga apa-apa yang seharusnya dilakukan dengan benar menjadi salah.
Ini sangat merugikan, karena membuat suasana menjadi kacau.

Kalau kacau, maka apa pun yang dilakukan tidak dapat dipahami.
Dalam hal khotbah, maka dari ketiga kata kunci itu yang dipilih
dan dijadikan patokan adalah unik.
Artinya, kita mempunyai ciri khas tersendiri.
Orang mengenal kita dari bentuk khotbah kita, dari cara pembawaan kita.
Kalau dikenal, maka orang pun akan menyayangi kita.
Kalau menyayangi kita, maka orang pun mendengarkan kita.
Kalau begitu tugas kita sebagai pengkhotbah pun dapat dilakukan dengan baik,
sebab orang sudah mendengarkan firman-Nya tanpa hambatan.

Masalah yang timbul adalah adanya desakan
agar kita menjadi seperti begini dan seperti begitu.
Cobalah menjadi seperti
pengkhotbah itu atau pengkhotbah yang lain lagi, yang memang terkenal.
Padahal, hal-hal yang dikemukakan itu menyebabkan kita
sebagai pengkhotbah di Jemaat sendiri menjadi bingung.
Kalau semua mau dituruti, akhirnya tidak menjadi diri sendiri secara penuh.
Kita kehilangan identitas diri, lalu menjadi manusia yang lemah.



Kalau ada orang yang mau memberi feed-back atau umpan balik,
komentar, usul maupun bahan pemikiran,
maka baiklah pertimbangkan beberapa pokok pikiran di bawah ini:

Berilah masukan untuk hal-hal yang penting, atau yang besar gunanya.
Yang kecil-kecil tidak perlu membingungkan sang pengkhotbah.
Biar ia berkonsentrasi pada hal-hal yang efektif.
Berilah masukan tentang hal-hal yang benar-benar terjadi,
ada faktanya dan bukan opini atau perkiraan.
Kalau bukan fakta akan membingungkan dan sebenarnya tidak berdasar juga.
Berilah masukan untuk hal-hal yang bukan mustahil
bagi pengkhotbah yang bersangkutan untuk memperbaikinya.
Hal-hal yang sukar boleh, tetapi jangan yang di luar kemampuannya.
Berilah masukan langsung, jangan ditunda-tunda
atau melalui banyak pihak yang tidak langsung terkait.
Orang luar tidak memahami benar pengkhotbah yang akan kita tolong itu.
Carilah waktu dan suasana yang cocok (kondusif).

Jadilah pemberi masukan yang baik. Manfaatnya besar sekali.
Sering-sering tidak mengapa, ketimbang ditumpuk,
nanti menjadi berat untuk dipikul sekaligus.

Apakah komentar Anda?

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN MALEAKHI

DALIL 12
Baiklah unik, jangan nyentrik, apalagi panik.
(be specific. Preach your own message).
Tidak perlu meniru pengkhotbah ternama.
Masing-masing mendapat karunia yang berbeda.
Belajar dari kekuatan pihak lain baik, asalkan tetap menjadi diri sendiri.
Unik, nyentrik dan panik terdengarnya hampir sama.
Tetapi, pengertiannya sangat berbeda.

Unik,
patut diikuti, dijadikan patokan. Kita perlu mempunyai identitas diri.
Kita tidak sama dengan yang lain.
Kita unik. Bahkan, setiap pribadi unik.
Itu wajar.

Nyentrik,
ekstrem, ada di luar tatanan yang normal, lalu menjadi tidak wajar.
Ini perlu dihindari. Karena, pada satu pihak dapat mengganggu orang lain.
Dan, pada pihak lain dapat mengganggu diri sendiri juga.

Panik,
lain lagi. Panik berarti menjadi bingung,
sehingga apa-apa yang seharusnya dilakukan dengan benar menjadi salah.
Ini sangat merugikan, karena membuat suasana menjadi kacau.
Kalau kacau, maka apa pun yang dilakukan tidak dapat dipahami.

Dalam hal khotbah, maka dari ketiga kata kunci itu yang dipilih
dan dijadikan patokan adalah unik.
Artinya, kita mempunyai ciri khas tersendiri.
Orang mengenal kita dari bentuk khotbah kita, dari cara pembawaan kita.
Kalau dikenal, maka orang pun akan menyayangi kita.
Kalau menyayangi kita, maka orang pun mendengarkan kita.
Kalau begitu tugas kita sebagai pengkhotbah pun dapat dilakukan dengan baik,
sebab orang sudah mendengarkan firman-Nya tanpa hambatan

Masalah yang timbul adalah adanya desakan
agar kita menjadi seperti begini dan seperti begitu.
Cobalah menjadi seperti
pengkhotbah itu atau pengkhotbah yang lain lagi, yang memang terkenal.
Padahal, hal-hal yang dikemukakan itu menyebabkan kita
sebagai pengkhotbah di Jemaat sendiri menjadi bingung.
Kalau semua mau dituruti, akhirnya tidak menjadi diri sendiri secara penuh.
Kita kehilangan identitas diri, lalu menjadi manusia yang lemah.

Kalau ada orang yang mau memberi feed-back atau umpan balik,
komentar, usul maupun bahan pemikiran,
maka baiklah pertimbangkan beberapa pokok pikiran di bawah ini:

Berilah masukan untuk hal-hal yang penting, atau yang besar gunanya.
Yang kecil-kecil tidak perlu membingungkan sang pengkhotbah.
Biar ia berkonsentrasi pada hal-hal yang efektif.
Berilah masukan tentang hal-hal yang benar-benar terjadi,
ada faktanya dan bukan opini atau perkiraan.
Kalau bukan fakta akan membingungkan dan sebenarnya tidak berdasar juga.
Berilah masukan untuk hal-hal yang bukan mustahil
bagi pengkhotbah yang bersangkutan untuk memperbaikinya.
Hal-hal yang sukar boleh, tetapi jangan yang di luar kemampuannya.
Berilah masukan langsung, jangan ditunda-tunda
atau melalui banyak pihak yang tidak langsung terkait.
Orang luar tidak memahami benar pengkhotbah yang akan kita tolong itu.
Carilah waktu dan suasana yang cocok (kondusif).

Jadilah pemberi masukan yang baik. Manfaatnya besar sekali.
Sering-sering tidak mengapa, ketimbang ditumpuk,
nanti menjadi berat untuk dipikul sekaligus.

Apakah komentar Anda?

Rabu, Juni 23, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT.EM. BEN MALEKAHI

DALIL 11
Khotbah harus jelas, terancang dan teratur.
(The sermon must be organized)
Alur (atau flow-nya) enak diikuti, mudah ditelusuri
Mudah ditangkap, mudah diingat dan mudah dikembangkan
Karena mudah dikembangkan akan dipercakapkan selanjutnya.
Yang hadir untuk mendengarkan khotbah berjumlah banyak.
Mereka datang dari berbagai latar belakang.
Kecakapan menangkap isi khotbah juga berbeda-beda.
Jadi, saluran komunikasinya harus baik.
Usahakan tidak banyak hambatan.
Hindarkan kejadian ini:
di mimbar pengkhotbah masih harus mencari-cari kata yang tepat.
Jemaat tidak sabar menunggu kalimat-kalimat apa yang akan diutarakan.

Usahakan begini:
di mimbar Pengkhotbah menuangkan isi hatinya
seperti menuangkan air dari botol atau poci ke gelas,
bukan menciduk air sesendok demi sesendok dari panci ke gelas.
Dengan kata lain, alur penyampaian enak diikuti.

Ada dua macam gaya yang dianut orang untuk menyampaikan khotbah, yaitu
1. Gaya kreatif.
Tidak beraturan.
Seperti air sungai mengalir ke mana jadinya,
asal dari atas ke bawah.
Memang lancar, bahkan isinya sangat banyak.
Malah bisa banjir juga, artinya, terlampau banyak yang disampaikan.
Orang yang mendengarkan gaya khotbah kreatif ini
akan mengalami kesukaran untuk menarik benang emasnya.
Seandainya ditanyakan kembali apa yang tadi telah diterima.
Jawabannya juga akan ke sana kemari, tidak beraturan.
Selain begitu, banyak juga yang terlupakan.

2. Gaya sistematis
Teratur. Ada strukturnya. Ada pembagian yang jelas.
Ada awal, pertengahan, dan akhir.
Mungkin bahan yang disampaikan tidak banyak,
tetapi diterima oleh pendengar dengan lancar, langsung ,
tidak berbelit-belit, tidak juga berputar-putar.
Seolah-olah pendengar dibimbing, diajak,
ditunjukkan jalan untuk mencapai sasaran.

Kalau ditawarkan, Anda mau memilih yang mana?
Boleh juga berganti-ganti.
Tetapi, ditinjau dari sudut pendidikan, yang sistematis akan lebih menolong.
Dengan gaya teratur tidak berarti boleh menjadi kaku.
Tentu saja harus dihindari semua bentuk hambatan,
juga hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti membosankan, dsb.
Humor dapat dipakai, tetapi hanya sampai batas tertentu.
Selingan yang proporsional dibutuhkan untuk menambah kesegaran,
tetapi tidak melampaui batas.

Supaya Jemaat diajak untuk berinteraksi dengan Alkitab, maka ada tiga bagian
yang perlu disampaikan:

Oberservasi: Menangkap data dan fakta
Pada bagian ini Jemaat diajak untuk mengamati
pembacaan Alkitab yang baru saja dilakukan.
Ada data dan fakta apa saja yang penting untuk diingat.
Penghayatan terjadi, kalau pengumpulan data dan
fakta yang tertera diperhatikan dengan seksama.
Penulis mengemukakan data dan fakta tentu ada maksudnya.

Interpretasi: Menangkap makna
Menangkap data tidak sama dengan menangkap makna.
Menangkap makna mempertanyakan:
Mengapa penulis menulis tulisan itu.
Apa maksudnya bagi pendengar atau pembaca saat itu.
Dalam khotbah Jemaat dituntun untuk sampai pada kesimpulan yang benar.
Jangan langsung saja diberi tahukan: “Ini lho maksudnya ....
Kesimpulannya begini ....
Kalau begitu Jemaat akan menjadi malas membaca Alkitab sendiri,
karena tidak dilatih untuk menggali.
(Tentu waktunya singkat, sebab itu tidak terlampau panjang, bukan Pemahaman Alkitab)

Aplikasi: Memaknakan kembali.
Di sini Jemaat diajak untuk menerapkan berita Alkitab dalam hidup sehari-hari.
Berilah contoh. Berilah kesaksian, dsb.
Bahkan boleh juga tugas menggali lebih jauh yang dilakukan sendiri
(semacam PR bagi murid)

Kalau ketiga unsur itu dikemukakan dengan baik,
maka Jemaat akan dimampukan membaca Alkitab sehari-hari dengan baik dan benar.
Bukan hanya bergantung pada bahan-bahan renungan yang sudah siap pakai.
Mereka dilatih untuk menggali sendiri dan
lama kelamaan akan mampu membaca Alkitab secara mandiri.

Apakah komentar Anda?

Kamis, Juni 10, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN MALEAKHI

DALIL 10
Penderita membutuhkan obat, bukan ceramah tentang obat.
Begitulah juga berkhotbah.
Khotbah bukan mendiskusikan indahnya sebuah uraian,
tetapi berhasilnya mencapai sebuah pesan yang mengubah kehidupan.
(The purpose of preaching is not simply to discuss a subject,
but to achieve an object
).

Ceramah tentang obat penting bagi dokter.
Bagi pasien yang perlu adalah obat itu sendiri. Jangan keliru.
Lebih keliru lagi, kalau dokternya menjadi pasien, apa yang ia berikan??!!

Dalil kita kali ini mau menjelaskan, bahwa
sesuatu yang indah belum tentu yang dibutuhkan oleh seseorang.
Oleh karenanya, jangan selalu kita mencari yang indah saja,
walaupun yang indah itu memang menarik.
Yang kita cari adalah yang kita butuhkan.
Boleh-boleh saja yang kita butuhkan itu dikemas
dalam sesuatu yang indah dan menarik.
Tetapi, jangan dibalik, kita mencari sesuatu yang menarik
karena indah dengan perhitungan: siapa tahu ada yang berguna.
Kita sudah terjebak.

Baik bagi pengkhotbah maupun bagi Jemaat,
perlu diketahui dan diyakini apa sebenarnya Injil atau Firman Tuhan itu?
Dengan pemahaman ini kita akan lebih tertolong untuk
memikirkan lebih jauh tentang khotbah.
Khususnya tentang apa gunanya Injil atau firman Tuhan itu.
(Seperti obat bagi penderita).

"Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil,
karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan
setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi,
tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran
Allah yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman,
seperti ada tertulis: Orang benar akan hidup oleh iman." (Rm 1:16-17)

Injil bukan sekedar perkataan.
Pemberitaan Injil atau khotbah bukan sekedar uraian kata-kata,
tetapi menghadirkan kuasa atau kekuatan Allah.
Kalau kuasa dan kekuatan Allah hadir, maka selalu ada perubahan.
Perubahan hati yang dilanjutkan dengan perubahan tingkah laku.
Lebih jauh, tentang manfaat Firman yang berkuasa itu dapat
dikemukakan hal-hal yang penting untuk dijadikan sasaran, misalnya:

Merubuhkan dan membangun.
Firman Tuhan berkuasa untuk merubuhkan.
Yang dirubuhkan adalah hal-hal yang tidak berkenan pada-Nya.
Tetapi, tidak berhenti di situ. Berikutnya adalah membangun.
Ada hal baru yang dibangun.
Sebab itu disebut juga hidup baru di dalam Kristus.
Tidak akan ada yang baru, kalau yang lama belum dirubuhkan.
"...yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2Kor 5:17)
Bagi orang yang belum percaya,
Injil akan merupakan panggilan untuk bertobat dan percaya
serta mempercayakan diri kepada Tuhan Yesus Kristus.

Menguatkan iman.
Berkhotbah sama dengan memberi makan, agar orang menjadi kuat.
Memberi makan bukan dalam arti orang makan dengan disuapi.
Bukan juga dalam arti, selalu memberikan makanan yang lunak.
Yang selalu didambakan adalah makanan yang sehat, disajikan secara menarik.

Penyegaran.
Disegarkan berarti semangat yang mengendur dipulihkan kembali.
Tetapi, tidak berhenti di situ. Artinya, orang yang sudah disegarkan
akan berusaha menyegarkan orang lain, dst.

Apakah komentar Anda?

Selasa, Juni 01, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN.MALEAKHI

DALIL 9
Bagi seorang Pendeta, khotbahnya adalah ibadahnya di hadapan Tuhan
(Preaching is an act of worship)
Khotbah tidak sama dengan pidato
Sebagai bagian dari ibadah, khotbah merupakan persembahan.
Tujuan ibadah adalah memuliakan Tuhan, demikian juga tujuan khotbah.
Manusia diciptakan Allah agar beribadah kepada-Nya.
Itu terjadi sejak di taman Firdaus. Dosa memisahkan manusia dari Allah.
Yesus Kristus datang untuk mengembalikan manusia kepada Allah.
Termasuk di dalamnya, agar manusia beribadah kepada Allah dengan baik dan
benar.

Pendeta yang berkhotbah sedang berada dalam ibadah.
Ia sendiri beribadah dan memimpin Jemaatnya beribadah.
Tentu saja suasana ibadah ini dilengkapi dengan nyanyian, doa, dsb.
Penampilan diri sebagai pemimpin ibadah ini menentukan
Pendeta untuk melakukan beberapa hal penting, antara lain:

Ia memakai pakaian jabatan.
Pakaian ini tidak biasa dipakai, kecuali dalam peribadahan resmi.
Ia memulai dengan votum (tanda mulai.... memasuki ibadah....dikuduskan)
Ia mengakhiri dengan berkat
Ia seolah begitu berhak menyatakan
pengampunan dosa dan memberi perintah hidup baru

Tujuan khotbah adalah sebagai berikut::
Mengajak Jemaat untuk menjadi pelaku Firman, bukan hanya pendengar.
Khotbah mencakup dua hal seperti dua sisi dari satu mata uang logam.
Khotbah adalah i n f o r m
tetapi juga p e r f o r m.
Khotbah adalah informasi yang didengarkan dan pada pihak lain,
apa yang didengarkan itu dilaksanakan (perform)
Sejalan dengan hal tsb. di atas, maka khotbah juga bertujuan memuliakan
Tuhan.

Sering orang tidak puas dalam mendengarkan khotbah.
Keluhan itu baik untuk diperhatikan.
Tetapi, apanya yang tidak memuaskan.
Tentu, bukan hanya belum mendapat penghiburan,
masalah pribadinya belum terjawab,
cara penyampaiannya kurang komunikatif, dsb.
Bukan hanya itu.
Yang utama adalah sudahkah kita diajak untuk memuliakan Tuhan.
Memuliakan Tuhan mulai dari yang dilakukan di ruang ibadah,
namun terus harus dibawa sampai pada ruang yang lain,
yaitu ruang kehidupan sehari-hari.
Ada contoh dalam Alkitab tentang khotbah yang hidup,
misalnya Kisah 2:14-40, setelah mendengarkan khotbah Petrus, orang bertanya.
Pertanyaan itu mencerminkan sikap yang baik
terhadap pemberitaan yang berdaya-guna (powerful).

"Ketika mereka mendengar hal itu hati mereka sangat terharu,
lalu mereka bertanya kepada Petrus dan rasul-rasul lain:
’Apakah yang harus kami perbuat, saudara-saudara?’" (Kis.2:37)

Kalau begitu, setelah mendengarkan khotbah
Jemaat pulang dengan pergumulan.
Mereka menggumuli apa yang harus diperbuat
untuk memenuhi khotbah yang baru usai.
Ibadah sudah selesai, begitu juga khotbah sudah disampaikan.
Namun, ibadah yang lain justru baru dimulai,
yaitu ibadah dalam arti luas.
Ibadah dalam arti luas adalah kehidupan sehari-hari.
Di dalam kehidupan inilah pertanyaan tadi menjadi penting,
yaitu apakah yang harus mereka perbuat?

Jadi, adalah baik kalau orang pulang dari kebaktian dengan perasaan lega.
Lega, karena sudah mendapat penghiburan dari Firman Tuhan.
Itu baik, tetapi tidak cukup. Selanjutnya mereka harus bergumul,
Justru bergumul untuk melakukan apa yang difirmankan Tuhan.
Itulah yang dimaksudkan dengan ucapan: "Jemaat tidak dimanjakan".

Apakah komentar Anda?

Senin, Mei 17, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIAKAN HIKMAT PDT. EM. BEN MALEKAHI

DALIL 8
Ketika berkhotbah seorang Pendeta harus menyadari,
bahwa dirinya adalah bagian dari khotbahnya sendiri.
(The Preacher is a part of the Message)
Hidupnya merupakan khotbahnya juga.
Bintang film diminta memeran orang lain.
Ia memerankan tokoh dalam cerita.
Ia selalu menjadi orang lain.
Tetapi, pengkhotbah selalu menjadi dirinya sendiri,
yaitu dirinya yang dipakai Tuhan (be yourself).
Khotbah dan Pekabaran Injil tidak dipisahkan terlampau jauh.
Ketika berkhotbah ia memberitakan Injil.
Keduanya menduduki tempat utama dalam tugas-panggilan seorang Pendeta.
Namun sayang, seringkali tidak dapat disiapkan dengan baik.
Penyebabnya adalah kurang waktu.
Tetapi, juga kurang doa dan kurang masukan dari yang berkepentingan,
yaitu Jemaat. Kurang memiliki literatur tentang teori berkhotbah.
Kurang bacaan tentang isi khotbah yang baik.
Kurang ini, kurang itu dan masih banyak lagi kekurangan lain.
Perlu diperbaiki.

"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya,
nyatakan apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala
kesabaran dan pengajaran." (2Tim 4:2 )

Persiapan dan kesiapan khotbah. Berbicara mengenai persiapan
dan kesiapan khotbah sebenarnya menyangkut seluruh hidup Pendeta.
Karena, pertama-tama dan yang utama, hidupnya adalah bagian dari khotbahnya.
Selain Alkitab, hidupnya sendiri merupakan sumber inspirasi bagi khotbahnya.
Kalau ia hidup di antara mereka yang menderita,
khotbahnya akan sarat dengan kasih yang nyata.
Kalau ia hidup di dunia politik yang bergolak,
maka pemberitaannya pasti diwarnai dengan keadilan, pembebasan, dsb.
Semua dibutuhkan, asalkan bersumber pada firman Tuhan juga.

Bagaimana khotbah yang baik? Itu sering ditanyakan.
Banyak jawaban yang telah diutarakan.
Yang berikut adalah sekelumit penambahan yang kiranya baik diperhitungkan.
Khotbah yang baik menghadirkan kuasa Tuhan. Ini di luar wewenang Pendeta.
Mohon kesediaan Tuhan.
Pendeta dan Jemaat (bukan hanya Pendeta) berlutut di hadapan Tuhan
yang empunya Firman.
Berlutut dan berdoa,
bukan hanya pada hari Minggu menjelang kebaktian dilangsungkan,
tetapi sehari-harinya juga.
Khotbah yang baik membuka kemungkinan orang berjumpa dengan Tuhan.
Dalam perjumpaan itu orang mengalami pembaruan hidup.
Pembaruan yang hanya akan terjadi oleh kuasa Roh dan Firman.
Mereka memuji Tuhan dan mempersembahkan hidup-Nya bagi kemuliaan-Nya.
Khotbah yang baik bukan hanya menghibur.
Khotbah yang baik menghasilkan Jemaat diberdayakan (empowered).
Mereka dimampukan untuk mempersaksikan kasih Kristus.
Mereka juga melaksanakan kasih itu dalam hidupnya sehari-hari.
Di mana? Di rumah (dalam lingkungan terdekat),
di kalangan Jemaat (saudara-saudara seiman),
dalam masyarakat (dunia ke mana Tuhan mengutusnya).
Khotbah yang baik mengarahkan orang ke luar, bukan hanya ke dalam.

Apakah komentar Anda?

Sabtu, Mei 01, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT.EM. BEN MALEAKHI

DALIL 7
Tiada hari tanpa doa dan Alkitab. Bersaat teduh setiap hari. Meditasi,
ber-refleksi dan evaluasi diri menumbuhkan potensi
Adakah ruangan khusus di pastori Anda, untuk Anda belajar?
Orang katakan begini: (dan mudah juga ditangkap maknanya)
“Kalau mengharapkan susunya, peliharalah sapinya.”

Seringkali kita melakukan hal yang keliru.
Bagaimana kita mengharapkan ada kekuatan,
padahal kita tidak menghimpun kekuatan?
Bagaimana kita akan dekat dengan Tuhan,
padahal kita tidak menyediakan diri untuk datang menghampiri-Nya
secara teratur dan mendisiplinkan diri secara ketat?
Bagaimana kita mau menjadi bijak,
padahal kita tidak menggali sumber kebijakan (wisdom) yaitu firman-Nya?

Hal lain, yang juga mendukung rumusan di atas adalah penjelasan ini:
Apakah efektif itu? Sering kita mengatakan biarlah Anda
menjadi orang yang efektif dalam melakukan ini dan itu. Apa artinya?
Efektif adalah berproduksi dan berproduksi lagi dan berproduksi lagi,
jadi semakin lama semakin bertambah kuantitas maupun kualitas.
Kalau kita berprestasi, tetapi tidak dapat mempertahankannya,
apalagi meningkatkannya terus, maka kita bukan orang yang efektif.
(Rumusan semacam ini dijelaskan dengan baik sekali dalam buku:
The Seven Habits of Highly Effective People).

Nah, sebagai Pendeta, kita harus menjaga sumber-sumber potensi
untuk melayani dengan efektif. Salah satu caranya adalah dengan
menekuni saat teduh sSetiap hari. Tiada hari tanpa doa dan Alkitab.
Rumus ini bukan rumus yang dibuat-buat. Kita akan mengiakannya,
kalau memahami apa yang dikatakan dalam Mazmur 119:15, 27, 97, dll.

"Pagi-pagi buta aku bangun dan berteriak minta tolong;
aku berharap kepada firman-Mu. Aku bangun mendahului
waktu jaga malam untuk merenungkan janji-Mu." (Mzm 119:147-148)

Hambatan yang mudah menggagalkan kita dalam menekuni bersaat teduh
tiap hari adalah hal-hal yang seringkali dianggap remeh dan sepele.
Kalau hal-hal itu tidak diwaspadai akan menghancurkan kebiasaan yang baik
untuk membina potensi spiritual kita.
Hambatan-hambatan yang menghadang kita itu, misalnya:

Malas
Malas tidak ada obatnya, kecuali belajar bagaimana menjadi rajin.
Tidak disiplin. Memang perlu ada orang yang mengingatkan.
Namun, yang terutama harus dorongan dari dalam diri sendiri.
Terlampau sibuk. Kalau tidak diimbangi dengan saat teduh
dan belajar serta menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh,
maka kegiatan yang beraneka ragam dan banyak jumlahnya
serta semerawut itu akan merupakan tong kosong, tanpa isi.
Sayang sekali. Hanya sampah yang dihasilkan, bukan buah-buahan segar.
Makanan tanpa gizi yang disajikan.
Bagaimana pelayanan yang demikian bisa dipertanggung-jawabkan?

Seorang Pendeta akan membaca dan merenungkan serta memahami firman-Nya
bukan hanya ketika menghadapi tugas mempersiapkan khotbah atau ceramah.
Bukan hanya untuk itu, tetapi untuk dirinya sendiri juga.
Bahkan, untuk dirinya terlebih dahulu.
Ia harus memelihara hubungan pribadinya dengan Tuhan: akrab dan mesra!
Mengapa? Karena ia mengasihi Tuhan!

Apakah komentar Anda

Jumat, April 23, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT.EM. BEN MALEAKHI

DALIL 6
Berkenaan dengan uang berlaku pegangan yang rumusannya begini:
Little is much when God is in it.
= jumlah yang kecil dapat berguna banyak kalau Allah ada di dalamnya.

Dalam soal uang sering kita terjebak ke dalam jumlahnya saja.
Kita tidak memikirkan penggunaannya.
Uang yang banyak akan habis, kalau kita memboroskannya.
Sebaliknya, uang yang sedikit akan cukup,
bahkan berlebih kalau kita menghematnya.
Dengan menghemat tentu berlaku juga batasan kewajaran.
Hemat yang wajar dan tidak menjadi kikir, dsb.
Apalagi, kalau Tuhan ikut serta di dalam pengaturan pemakaian itu.
Tentu hasilnya akan lebih baik lagi.
Rumus di atas mengatakan, yang sedikit dapat berguna banyak,
kalau Tuhan menyertainya. Di sini berlaku berkat Tuhan.
Dalam pemakaian uang itu, kalau Tuhan memberkatinya,
walau sedikit akan mencukupi. Kita memperoleh banyak,
kalau pengeluaran banyak akan habis juga.
Kalau Tuhan memberkati, walau mendapat sedikit,
pengeluaran tidak banyak, misalnya tidak ada yang sakit,
sebab itu tidak perlu pengeluaran yang berlebihan, dsb.

Saya teringat pada kesaksian Alkitab dalam Filipi 4:10-20
khususnya ayat 11 dan 19 yang berbunyi sbb.:
”Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan,
sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.
Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan
dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.”

Ada tiga daerah rawan bagi Pendeta.
Kalau ia ada di daerah rawan itu, maka sangat perlu berhati-hati.
Tidak otomatis akan jatuh, tetapi besar kemungkinan bisa jatuh.
Sebab itu, perlu berwaspada. Ketiga daerah rawan itu adalah sbb.:

Pertama: Uang
Menghadapi uang, Pendeta dan keluarga perlu berhati-hati.
Yang perlu dijaga adalah, jangan sampai ribut gara-gara uang atau materi.
Jangan menuntut, sehingga menimbulkan kesan kita amat terikat pada uang.
Tidak disangkal, bahwa kita memerlukan uang. Tetapi, cara mendapatkan
uang itu tidak merugikan kehormatan seorang Pendeta.
Sampaikan kebutuhanmu kepada Tuhan. Gumuli dalam doa.
Renungkan Matius 6:33, Filipi 4:10-20 dan ayat-ayat lain lagi.
Itu, bukan pegangan yang berlebihan. Juga tidak mengecewakan.
Tuhan senantiasa mencukupkan hamba-hamba-Nya.

Kedua: Wanita
Daerah rawan yang kedua adalah terlampau dekat dengan lawan jenis.
Bisa jatuh. Bisa juga difitnah. Kedua-duanya membawa masalah.
Lebih baik menjaga diri. Preventif jauh lebih baik daripada kuratif.
Menghindari jauh lebih baik daripada memperbaiki ketika kita sudah jatuh.

Ketiga: Ambisi
Ambisi sampai batas tertentu baik,
kalau berlebihan akan membawa diri sendiri pada pencobaan.
Sejajar dengan ambisi yang berlebihan adalah gengsi.
Harga diri baik dipertahankan,
tetapi memperbesar gengsi menyulitkan diri sendiri.
Lebih jauh dari gengsi adalah kesombongan, juga cepat tersinggung,
lalu menjadi pemarah, impulsive (meledak-ledak), mau menang sendiri, dsb.
Semua unsur itu merupakan usaha menggali kuburnya sendiri.

Itulah daerah-daerah rawan. Sebaiknya jangan dekat-dekat ke situ.
Pepatah mengatakan:
Main api tentu akan terbakar. Demikian juga main air pasti akan basah.

Kembali pada masalah uang dan materi pada umumnya.
Masih ada hal yang bisa dipercakapkan, yaitu begini:
Uang bukan hanya soal ekonomi. Uang adalah juga soal iman.
Cara mencari uang. Juga cara memakai uang adalah cerminan iman.
Dari cara mencari dan memakai uang
orang lain akan tahu bagaimana hubungan kita dengan Tuhan.
Sebab itu, tidak ada salahnya, kalau Pendeta berhati-hati,
namun tetap wajar terhadap tantangan uang atau materi.

Apakah komentar Anda?

Selasa, April 20, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT.EM. BEN MALEAKHI

DALIL 5

Pakailah rumus tiga B dalam berkomunikasi:
Benar = tidak menyalahi apa pun
Baik = ada manfaatnya, besar gunanya
Bagus = saatnya tepat, caranya indah dan menyenangkan orang
Firman Tuhan yang akan dikutip di bawah ini mengingatkan Pendeta pada
ucapannya.
Ucapan itu diutarakan baik di mimbar, di depan orang banyak.
Atau, penuturan di dalam percakapan pastoral orang per orang.
Ucapan Pendeta hendaknya berisikan firman-Nya, menyalurkan kasih,
melahirkan kehangatan persekutuan.

"Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih,
jangan hambar sehingga kamu tahu,
bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." (Kol 4:6)

Saluran komunikasi yang bermuatan wibawa firman Tuhan itu
akan lebih mudah dikendalikan bilamana kita memperhatikan rumus tiga B,
yaitu:

Benar = dalam percakapan dijaga jangan sampai melanggar suatu norma.
Mulai dari norma yang dianut semua orang (aspek budaya, tradisi).
Demikian pula, norma yang berdasarkan firman Tuhan.
B yang pertama ini sangat penting,
namun masih perlu diperhatikan dua B lainnya, yaitu:

Baik = isi percakapan yang bermuatan normatif itu perlu disampaikan
pada alamat yang tepat, agar memberikan hasil yang memuaskan.
Hal serupa perlu dikenakan juga ketika Pendeta mengutarakan gagasannya,
usulnya, atau tanggapannya terhadap gagasan orang lain.
Ketika itu, ia perlu bertanya pada dirinya sendiri,
apakah pelontaran kata-katanya itu bermanfaat bagi orang banyak.

Bagus = kalau kedua B di atas telah matang disiapkan,
maka jangan terlalu cepat menganggap sudah selesai.
Masih ada B yang lain lagi, yaitu BAGUS.
Artinya, apakah waktunya cocok.
Apakah cara penyampaian saya sesuai dengan
situasi yang sedang berkembang.
Kapan tegas, kapan keras, kapan lembut, dsb.
Semua itu membutuhkan ketelitian dan kecermatan.
Melaksanakan yang demikian sukar sekali,
namun kalau dibiasakan akan lancar juga.
Orang bisa karena biasa.
Orang diterima karena sikapnya.
Orang dihargai karena perkataannya.
Orang lain akan menghargai kita
kalau kita sendiri menghargai perkataan kita sendiri.
Artinya, yang kita katakan kita taati sendiri juga.
Untuk ini ada rumus lain, begini bunyinya:

"Tidak semua yang saya ketahui saya katakan.
Tetapi semua yang saya katakan harus saya ketahui."

Rumus singkat tersebut di atas mengingatkan kita pada
beberapa hal, misalnya:
Kita sangat perlu berhemat dengan kata-kata kita.
Bukankah di dalam semakin banyak kata-kata,
terdapat semakin banyak kesalahan?
Dengan berhemat tidak berarti sama sekali tidak berbicara.
Hemat artinya memilih, dan sekali lagi, memilih yang
paling tepat untuk disampaikan pada waktu yang tepat
dan sampai ke alamat yang tepat pula.
Rumus di atas juga mengajarkan kita bagaimana menyimpan rahasia.
Tidak semua yang saya ketahui saya katakan.
Jadi, masih banyak yang disimpan.

Apakah komentar Anda?

Senin, April 12, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN MALEAKHI

DALIL 4

Karir seorang Pendeta adalah perpaduan serasi
antara dedikasi dan profesi.
Keduanya dianyam rapi, wajar dan mengesankan.
Buah dari perpaduan yang serasi itu,
lahirlah potensi yang kuat dan ampuh
untuk mengatasi berbagai masalah.
Sebagai dedikasi karir Pendeta itu menembus berbagai
kendala yang timbul karena kurangnya sarana,
uang dan berbagai kendala lain.
Ia bekerja bukan karena materi.
Ia bekerja karena terpanggil untuk bekerja.
Sebagai profesi, karir Pendeta seharusnya dapat diukur, dikelola.
Berhasil-tidak-berhasilnya merupakan hal yang transparan.
Dan, karena transparan dapat dikembangkan
dengan mengikutsertakan berbagai partisipasi dari luar dirinya.

Dedikasi atau penyerahan diri dimulai dari sebuah
komitmen (atau janji setia) terhadap Tuhan sendiri.
Kemudian, barulah dijabarkan dalam bentuk apa-apa
yang mau dikerjakan dalam pelayanan.
Komitmen itu tidak timbul begitu saja,
tetapi dari proses menggumuli firman Tuhan.
Sebagai contoh dapat dikemukakan firman yang demikian:

"Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup,
tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati
dan telah dibangkitkan untuk mereka." (2Kor 5:15)

Jadi, apakah ada keterpanggilan untuk hidup
bagi Tuhan dan bukan bagi diri sendiri.
Komitmen ini menuntut keseluruhan hidup.
Totalitas ini akan tercermin di dalam pelayanan seorang Pendeta.
Dia harus mulai dari penghayatan, bahwa Kristus telah mati baginya.
Sebab itu, respons yang optimal adalah penyerahan diri
yang juga sepenuhnya kepada Yesus Kristus.
Komitmen itu selayaknya diberi bentuk, agar menjadi nyata.
Kita bertanya lagi pada Alkitab, apa bentuk yang nyata itu.

Dalam kaitan dengan manusia baru
Kolose 3:5-17 menyimpulkan rumusan begini:
"Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan
atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus,
sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita." (Kol 3:17)

Segala bentuk pelayanan yang dilakukan oleh Pendeta
sebaiknya ditaruh di bawah terang firman Tuhan ini.
Melakukannya dengan sebaik-baiknya,
dalam nama Tuhan, untuk Tuhan dan bagi kemuliaan-Nya.

Selain dedikasi, pekerjaan Pendeta juga sebagai profesi.
Tidak boleh seorang Pendeta melaksanakan tugas-panggilannya
dengan cara dadakan, atau tanpa rencana.
Ia bekerja dan pekerjaannya dipertanggung-jawabkan.
Pertama-tama dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan.
Kemudian, juga dipertanggung-jawabkan kepada manusia,
yaitu Jemaat yang ia layani.
Pelaksanaan pertanggung-jawaban itu dipercayakan kepada Majelis Jemaat
Namun, sayangnya seringkali Majelis Jemaat tidak melihat tugasnya
sebagai penerima pertanggung-jawaban itu.
Sebaliknya, Pendeta ikut diam saja kalau Majelis Jemaat tidak
menugasi apa-apa dan tidak juga meminta pertanggung-jawaban.
Dengan demikian aspek profesionalitasnya kurang nampak.
Apakah komentar Anda?

Minggu, April 04, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT.EM. BEN MALEAKHI

DALIL 3

Seorang Pendeta melakukan dua hal yang saling menunjang,
yaitu belajar dan mengajar.
Mereka yang mengajar harus terbuka untuk belajar
(those who teach should be teachable).
Mereka belajar seumur hidup.
Formal maupun tidak formal (lifelong learning).
Tanpa belajar iman tak bertumbuh (no learning, no growing).
Belajar agar layak di hadapan Allah (study to show yourself
approved to God
)

Tuhan Yesus mengajar dan mengajar serta mengajar lagi.
Hidup-Nya penuh dengan kegiatan mengajar.
Mengajar di jalanan. Mengajar di Bait Allah.
Mengajar di rumah seseorang, dst.
Nampaknya Kerajaan Allah tidak lepas dari belajar-mengajar.
Kita pun harus terlibat dalam belajar-mengajar itu, apalagi seorang Pendeta.
Hanya saja, apa yang kita pelajari dan kemudian kita ajarkan?
Sebagai bahan pokok, tentu saja yang kita hadapi adalah Alkitab,
Firman Tuhan yang kita pahami dengan pertolongan Roh Kudus.
Selain itu banyak ilmu lain. Bagaimana komposisinya?
Dalam buku: Teaching for Spriritual Growth
(Mengajar untuk Pertumbuhan Rohani)
diamati adanya kecenderungan Gereja, khususnya para Pendeta,
memakai berbagai penemuan ilmiah secara berlebihan.
Akibatnya, Firman Allah terdesak. Dan, ilmu-ilmu lain
yang seharusnya menjadi penopang mengambil alih peran teologi.
Akibatnya, yang dikuasai bukan ilmu teologi,
bukan juga ilmu pengetahuan.
Yang demikian kurang menumbuhkan iman.
Jadi, kita perlu menyadari batas-batas antara teologi dan ilmu-ilmu lain.

Biasanya, proses belajar seumur hidup menghadapi kendala yang sangat besar.
Kendala yang utama adalah yang datang dari dalam.
Para Pendeta sendiri yang kurang termotivasi untuk belajar.
Memang benar, belajar adalah pekerjaan berat (study is hardwork).
Selain pekerjaan berat, belajar adalah menyenangkan.
Kalau belajar dilakukan dengan sukacita
akan banyak memberikan hasil yang memuaskan.
Ada tulisan dalam sebuah buku yang mengatakan begini:

Belajar dengan sukacita adalah bagaikan
menempa besi ketika besi itu masih panas.
Kalau besi itu sudah menjadi dngin,
sangat sukar untuk ditempa,
diluruskan atau dibentuk.
Belajar perlu menyenangi apa yang dipelajari.

Kalau seorang Pendeta kurang menyenangi ilmu teologi
dan bergeser pada ilmu lain, maka ada sesuatu yang perlu
dibereskan.
Hal itu tidak berarti tidak boleh mempelajari ilmu lain.
Bukan juga berarti ilmu lain boleh diremehkan.
Yang perlu ditegaskan adalah teologi sebagai yang pokok.
Dan, teologi bersumber pada Alkitab sebagai Firman Allah.

Kendala berikutnya, yang dihadapi oleh seorang Pendeta untuk belajar
adalah masalah waktu.
Keluhan yang berulang kali muncul adalah: “Mana sempat .... Bukankah begitu banyak kegiatan, rapat lagi ..., rapat lagi ..., rapat yang merepotkan, dst.
Jadi, yang perlu adalah adanya kerja sama dengan Majelis Jemaat,
selanjutnya dengan Jemaat yang dilayani.
Ciptakanlah peluang yang baik untuk proses belajar.

Keluhan lain adalah minimnya dana.
Semboyannya: Seorang Pendeta makan dua macam makanan,
yaitu nasi dan lauk-pauknya.
Makanan kedua adalah buku dan kelengkapan bahasanya.
Biaya besar. Belajar memang mahal.
Namun, hasilnya sangat indah bahkan tak ternilai.
Apalagi, kalau dikaitkan dengan pertumbuhan iman
bagi dirinya dan bagi Jemaat yang dilayani.

Biasanya, kalau Pendeta-nya kurang mau belajar,
Jemaatnya pun kurang mau belajar.
Akibatnya, iman mereka tidak bertumbuh.
Masih beruntung, kalau anggota Jemaat menyadari pentingnya belajar
dan mencari kesempatan belajar di Jemaat lain,
karena di Jemaat sendiri tidak ada fasilitas untuk belajar.
Itu bukan jajan, tetapi perjuangan melengkapi diri.
Asal saja, mereka tahu ke mana alamat yang benar.
Kalau tidak, bahaya tersesat juga mengancam.
Jadi, masalah yang berawal dari Pendeta yang belajar
atau tidak belajar itu sangat penting, mendasar,
serius dan menentukan sekali.
Apakah komentar Anda?

Minggu, Maret 28, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN MALEAKHI

DALIL 2

Seorang Pendeta akan menapak mantap kalau ia memiliki dua aspek
panggilan yang menyatu padu dalam dirinya, yaitu:
1. panggilan dari dalam, internal calling, subyektif,
ia terima dari Tuhan.
2. panggilan dari luar, external calling, obyektif,
ia terima dari Jemaat atau sebagai ketentuan Sinodal, dsb.

Sampai di mana pentingnya dua aspek dari satu panggilan ini
dimiliki oleh Pendeta?
Begini.
Kalau ia hanya menerima panggilan dari luar,
ia akan melaksanakan tugasnya karena disuruh orang lain.
Kalau tidak ada orang yang menyuruhnya ia kurang tertarik
dan mudah meninggalkan tugasnya.
Demikian pula, ia akan bekerja kalau ada yang mengawasi.
Kalau tidak ada yang menegur, ia tidak bekerja optimal.
Artinya, ia tidak memiliki dorongan dari dalam.
Orang begini payah juga ya?!

Sebaliknya, kalau seorang Pendeta hanya mempunyai panggilan dari
dalam,
ia bekerja di luar struktur. Semacam gerilya.
Tidak ada tatanan yang teratur sebagai pijakan untuk
mengembangkan karirnya.
Tidak ada yang resmi.
Oleh karenanya, juga tidak ada dukungan
yang melibatkan banyak orang dalam organisasi.
Ia seperti seorang nabi yang berseru-seru di padang belantara.

Yakinlah, kedua aspek panggilan itu perlu dimiliki.
Bahkan, bukan saja dimiliki, tetapi juga dihayati.
Selain itu, disyukuri juga kalau keduanya ada pada Pendeta.
Kalau keduanya belum memotivasi seorang Pendeta, apa yang harus
dilakukan?

Pendeta yang bersangkutan perlu berdoa, berdoa dan berdoa.
Selain itu, ia perlu menekuni firman-Nya.
Lalu, bagaimana dengan Majelis Jemaat?
Majelis Jemaat jangan cepat-cepat memutuskan hubungan kerja
dengan Pendeta yang sedang menghadapi masalah sekitar
panggilannya itu.
Ajak bergumul dan menghayati apa arti sebuah panggilan yang utuh.
Kalau perlu tegur dengan keras, namun sarat kasih-sayang.
Sadarkan, tempelak, namun tegas tujuan positifnya,
sehingga ia (Pendeta) mengerti apa maksudnya.

Semua orang dapat berubah.
Pertobatan bagaikan lapangan luas yang terbentang di hadapannya.
Bukan tembok yang membuat jalan menjadi buntu.
Masalahnya, maukah kita mendengarkan panggilan Tuhan
dan melangkah masuk mendapatkan Tuhan yang sedang memanggilnya.

Jangan kita membayangkan panggilan itu sebagai
sebuah pernyataan saja (statement) yang selesai pada dirinya.
Sebaiknya dihayati sebagai sebuah proses.
Sebuah proses mengalami maju-mundur.
Oleh karenanya, perlu direnungkan dan
diperjuangkan secara terus menerus (on going process).
D isinilah pentingnya seorang Pendeta memelihara saat teduh setiap hari
"Ia yang memanggil kamu adalah setia
Ia juga akan menggenapinya" (1Tes 5:24)
Ia akan menggenapi rencana-Nya bagi hamba-Nya.
Pada pihak lain, kita perlu membuka diri untuk menerima
kehendakNya.
Apakah komentar Anda?

Jumat, Maret 12, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN MALEAKHI

DALIL 1
Integritas yang mantap adalah hakikat pribadi seorang Pendeta?
Utuh itu kuat? Sempal pasti disangkal, baik pelayanan maupun
pribadinya

Apakah yang dimaksudkan dengan integritas?
Yang dimaksudkan dengan integritas dalam tulisan ini adalah
keutuhan.
Seorang Pendeta perlu menjaga diri agar memiliki pribadi yang
utuh.
Bahasa sehari-harinya adalah: Jangan plin-plan.
Bukan cuma khotbahnya yang baik, tetapi juga kehidupannya sehari-hari.
Bukan hanya di gereja ia nampak lemah-lembut, tetapi di rumah kurang kasih-sayang.
Bukan begitu.

Ada contoh dari Rasul Paulus.
Ia mengatakan kepada Timotius, calon penerusnya, demikian:
”Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku,
pendirianku, kasihku dan ketekunanku." (2Tim 3:10)
Jadi, Rasul Paulus sangat memperhatikan keseluruhan penampilannya
(performance).
Bukan saja kata-katanya, tetapi juga perbuatannya.
Bukan saja khotbahnya mengatakan: sabar. Tetapi, kenyataan
hidupnya pun diwarnai dengan kesabaran dalam menderita karena Kristus.

Nah, sampai di mana integritas itu perlu dimiliki oleh seorang
Pendeta?
Besar sekali manfaatnya. Mengapa? Karena, Pendeta hidup di
tengah Jemaat.
Pendeta diteropong dari segala segi.
Mau tidak mau memang sampai sekarang begitu keadaannya.
Bukan saja hidup di tengah Jemaat, tetapi hadir sebagai teladan.
Sebutannya saja Pendeta, Father, Bapak, Gembala,
maka sangat diharapkan penampilannya yang utuh, walau tetap
sederhana.
Justru dalam kesederhanannya itulah seorang Bapak hadir
dan dapat diterima oleh semua pihak.
Ya, menjadi seorang yang memiliki integritas tinggi
adalah doa dan perjuangan sehari-hari bagi seorang Pendeta.
Apakah komentar Anda?

Selasa, Maret 02, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN MALEAKHI


Pengantar
Apakah yang dimaksudkan dengan dalil?
Dalil di sini berarti rumusan yang dijadikan pegangan.
Rumusan itu dijadikan pegangan karena berguna kalau dilaksanakan.
Pada satu pihak, dalil itu berguna supaya kita tidak menyimpang.
Pada pihak lain, dalil itu memberi arah dan
memacu kita menempuh jalan yangbenar.
Jalan yang benar itu mengantar kita mencapai tujuan.
Dalil-dalil dikemukakan dengan berbagai pertimbangan, antara lain
sebagai berikut:
Bukan sebagai pameran keberhasilan.
Tetapi, lebih mengarah pada pemaparan pergumulan
mencapai tujuan sebagai seorang Pendeta.
Sejak awal (start) saya mengumpulkan panduan,
bagaikan rambu-rambu lalu-lintas agar tiba di tujuan jauh di
depan
dalam keadaan “dapat diterima”.
Tidak menekankan idialisme, tetapi cukup kalau dapat diterima saja.
Ya, diterima oleh Tuhan maupun oleh semua pihak yang saya layani.
Aneka dalil itu menyangkut tiga hal pokok dalam diri seorang
Pendeta, yaitu:
Commitment - Character - Competence (3C)

Kamis, Februari 04, 2010

HIJAU-HIJAU UNTUK TAHUN 2010


Oleh : Rasid Rachman


Ada cukup banyak alasan saya memasukkan khotbah Tahun Baru 1 Januari 2010 di GKI Surya Utama yang lalu ke dalam blog ini. Pertama, isi khotbah (bukan caranya!) menggugah saya terus menerus untuk memasukkannya. Khotbah ini tetap berkesan juga dan terutama bagi saya; hal yang sangat jarang saya alami.
Kedua, "gema" - walaupun tak pantas saya cantumkan di sini karena bukan saya dan bukan tentang khotbah ini yang membuat gema tersebut - setelah khotbah ini disampaikan hingga beberapa hari setelah 1 Januari tersebut berlalu. Beberapa pekan setelah Tahun Baru, harian KOMPAS memuat artikel Mardiatmadja. Romo Mardi menginformasikan bahwa khotbah Tahun Baru Paus Benediktus di Vatikan adalah tentang lingkungan. Romo Mardi sendiri mengulas tentang lingkungan dalam artikel tersebut. Sore ini, sebuah artikel di INTISARI awal Februari 2010 juga memuat tentang lingkungan. Pantas-pantasnyalah saya berpikir bahwa tahun 2010 ini adalah tahun lingkungan
Ketiga, tahun 2009 sebelumnya adalah tahun pertobatan baru saya tentang lingkungan. Keluarga kami, berkat gagasan dan usaha Melinda dalam 2-3 tahun terakhir, mengolah sampah menjadi kompos. Dulu sampah dapur kami buang semua. Dua-tiga tahun lalu, sampah organik kami masukkan ke lobang biopori. Kini sampah organik telah kami ubah menjadi kompos; sudah beberapa kali panen.
Alasan-alasan itulah yang kemudian membulatkan tekad saya memasukkan khotbah 1 Januari 2010 kemarin itu. Setelah saya olah dan perbaiki sedikit, maka jadilah sajian di bawah ini.


Bilangan 6:22-27
Mazmur 8
Galatia 4:4-7
Lukas 2:15-21

Kita memasuki hari baru di tahun baru, tahun 2010. Rasanya baru kemarin kita meninggalkan tahun 2009, dan satu tahun melompat, sekarang tahun 2010. Tak terasa perjalanan tahun 2009 berlalu. Kata pepatah: “Pada waktu muda, hari2 terasa cepat tetapi tahun2 terasa berjalan lambat. Semakin tua, hari2 terasa lambat tetapi tahun2 terasa berjalan cepat.” Namun kata saya: hari2 dan tahun2 sekarang terasa cepat berjalan dan berlalu. Itulah sebabnya tadi saya katakan, rasanya baru kemarin kita meninggalkan tahun 2009, sekarang sudah memasuki tahun 2010.
Bertepatan hari ini adalah hari Yesus Disunat dan Diberi Nama, pada hari kedelapan setelah kelahiran-Nya; sebagaimana dipersaksikan oleh penginjil Lukas. Sunat dan pemberian nama adalah tradisi penting umat Yahudi yang dilakukan sesaat setelah seseorang dilahirkan. Khususnya bagi orang timur, nama adalah hal penting, unik, dan penuh arti. Kalau ada orang mengecilkan: “Apa arti sebuah nama?”, maka bagi saya: “Nama sangat berarti.” Nama selalu mempunyai arti. Entah itu nama hewan, nama benda, nama pulau, nama tempat, apalagi nama orang. Di dalam nama, terkandung nama historis dan pengharapan; masa lalu dan masa depan.
Nama menandakan adanya kelahiran anak baru, manusia baru, kehidupan baru. Kelahiran bukan hanya memberi sukacita, tetapi menjadi tanda bahwa generasi manusia dan makhluk2 lain terus berjalan. Manusia dan makhluk2 lain terikat pada hubungan timbal balik saling menguntungkan. Keberadaan manusia tergantung pada keberadaan makhluk2 lain di dunia ini. Yang menjaga keberadaan makhluk2 lain adalah manusia; pemazmur membersaksikan hal tersebut. Selama manusia masih berpikir menciptakan atau memberikan nama, selama itu pula kehidupan baru masih berlangsung.
Rasul Paulus menekankan tentang ahli waris atau hak waris. Manusia adalah penjaga dan penerus waris di bumi ini. Oleh karena itu, pemazmur membersaksikan “TUHAN memberikan kemuliaan kepada manusia sehingga manusia menjadi hampir sama seperti Allah.” Dengan kepandaian, hikmat, kemampuan belajar dari sejarah, dengan kemampuan mengendalikan milyaran unsur biologisnya, manusia dipanggil oleh Allah untuk menjadi berkat, menjaga bumi dan alam semesta, sehingga pewarisan bumi dapat terus berlangsung.
Panggilan Tuhan bagi kita, baik umat maupun lembaga gereja, adalah keterlibatan aktif di dalam menjaga harta warisan yang Tuhan titipkan kepada kita, yakni bumi dan seisinya. Tahun ini adalah tahun kita menjaga dan menghijaukan kembali lingkungan alam di bumi yang adalah rumah kita.
Ekologi dan ekonomi saling terkait, dan kita berada di dalamnya. Menanggapi Konferensi Kopenhagen akhir 2009 lalu, kita melihat ke Dokumen dari Tim Keadilan Perdamaian dan Ciptaan DGD di Jenewa 2006. Dituliskan demikian:

“Perubahan iklim merupakan isu keadilan. Orang2 yang menggunakan bahan bakar fosil dalam porsi besar membuat kehidupan orang lain dalam bahaya, yakni orang2 yang hidup di pulau2 bepermukaan rendah dan di pesisir, yang terlindung dari kekeringan, banjir, dan badai. ‘Ekonomi yang berlandaskan minyak fosil’ dengan penekanan yang kuat pada laju pertumbuhan ekonomi yang tidak proporsional menguntungkan orang2 yang memang sudah kaya, telah merusak kehidupan di bumi.”

Dengan kata lain, ketika membeli bensin mobil, seseorang bukan hanya dapat uang tetapi juga telah mengambil uang orang2 miskin. Semakin kita boros pada pemakaian bensin secara tidak proporsional – misal: tetap menyalakan mesin mobil selama parkir – semakin kita membuat orang2 miskin menderita dan merusak bumi.
Kerusakan bumi terkait dengan kepunahan makhluk2 lain, yang semakin hari semakin meningkat. Sebuah penelitian oleh Prof John van Klinekn dari Univ Gronigen memaparkan bahwa antara 1850 – 1950 (dalam 100 tahun) rata2 satu spesies binatang punah setiap tahun; tahun 1989 (dalam 40 tahun kemudian) rata2 satu spesies punah per 1 hari; dan tahun 2000 (dalam 10 tahun kemudian) rata2 satu spesies punah per 1 jam. Yang punah bukan hanya hewan, tetapi terlebih adalah tumbuh2an; mereka tidak bisa menyelamatkan diri sewaktu kebakaran, longsor, dan banjir.
Dampaknya, (yang ringan dulu) bayangkan jika 10 tahun ke depan, kita tidak bisa lagi makan gado2, asinan, salad, sayur asem, lodeh, dengan cocolan sambel bajak, dsb. Diam2 beberapa negara maju telah menyimpan bibit2 sayuran. Ketika kita kehabisan pohon, maka kita harus membeli buncis, kangkung, kacang2an, dsb. dari negara maju. Dampak lain (yang juga serius) kehancuran hutan oleh sumber apa pun turut andil pada kehancuran umat manusia pula. Sebab, hutan adalah makhluk dan karya Allah yang luar biasa. Hutan bukan hanya menyimpan udara dan memperkuat permukaan tanah, tetapi juga menjadi sumber obat, baik obat-obatan yang telah ada maupun cikal bakal obat.
Firman Tuhan kepada kita pada hari pertama dalam tahun 2010 ini adalah: kita adalah ahli2 waris oleh Allah. Jadi berjalanlah, bukan hanya dengan iman, tetapi juga dengan hikmat untuk menjaga dan mengatur lingkungan hidup. Tidak boros, tidak teledor, dan tidak tekabur mengolah alam.
Firman Tuhan menuliskan: “Dalam Dia ada hidup, dan hidup itu terang manusia.” Dengan kata lain, mereka yang mencintai terang, mencintai hidup. Mereka yang mencintai hidup akan menghargai hidup daripada yang lain2. Sulit memang, rasanya sakit juga, tetapi tak-dapat-tidak untuk tetap menatap ke depan. Itulah arti berpengharapan di tengah ketiadaanpengharapan. Berjuanglah demi menjaga kehidupan dan bumi ini, agar kita tetap memancarkan terang. °

Rasa2nya inilah publikasi pertama khotbah saya berdasarkan inisiatif sendiri. Beberapa khotbah yang pernah dipublikasikan biasanya berdasarkan pesanan atau penugasan dari lembaga-lembaga tertentu. Semoga sharing ini bermanfaat bagi pembaca untuk mulai menjadi juru kampanye penghematan sumber alam dan penghijauan kembali.