Kamis, Februari 04, 2010

HIJAU-HIJAU UNTUK TAHUN 2010


Oleh : Rasid Rachman


Ada cukup banyak alasan saya memasukkan khotbah Tahun Baru 1 Januari 2010 di GKI Surya Utama yang lalu ke dalam blog ini. Pertama, isi khotbah (bukan caranya!) menggugah saya terus menerus untuk memasukkannya. Khotbah ini tetap berkesan juga dan terutama bagi saya; hal yang sangat jarang saya alami.
Kedua, "gema" - walaupun tak pantas saya cantumkan di sini karena bukan saya dan bukan tentang khotbah ini yang membuat gema tersebut - setelah khotbah ini disampaikan hingga beberapa hari setelah 1 Januari tersebut berlalu. Beberapa pekan setelah Tahun Baru, harian KOMPAS memuat artikel Mardiatmadja. Romo Mardi menginformasikan bahwa khotbah Tahun Baru Paus Benediktus di Vatikan adalah tentang lingkungan. Romo Mardi sendiri mengulas tentang lingkungan dalam artikel tersebut. Sore ini, sebuah artikel di INTISARI awal Februari 2010 juga memuat tentang lingkungan. Pantas-pantasnyalah saya berpikir bahwa tahun 2010 ini adalah tahun lingkungan
Ketiga, tahun 2009 sebelumnya adalah tahun pertobatan baru saya tentang lingkungan. Keluarga kami, berkat gagasan dan usaha Melinda dalam 2-3 tahun terakhir, mengolah sampah menjadi kompos. Dulu sampah dapur kami buang semua. Dua-tiga tahun lalu, sampah organik kami masukkan ke lobang biopori. Kini sampah organik telah kami ubah menjadi kompos; sudah beberapa kali panen.
Alasan-alasan itulah yang kemudian membulatkan tekad saya memasukkan khotbah 1 Januari 2010 kemarin itu. Setelah saya olah dan perbaiki sedikit, maka jadilah sajian di bawah ini.


Bilangan 6:22-27
Mazmur 8
Galatia 4:4-7
Lukas 2:15-21

Kita memasuki hari baru di tahun baru, tahun 2010. Rasanya baru kemarin kita meninggalkan tahun 2009, dan satu tahun melompat, sekarang tahun 2010. Tak terasa perjalanan tahun 2009 berlalu. Kata pepatah: “Pada waktu muda, hari2 terasa cepat tetapi tahun2 terasa berjalan lambat. Semakin tua, hari2 terasa lambat tetapi tahun2 terasa berjalan cepat.” Namun kata saya: hari2 dan tahun2 sekarang terasa cepat berjalan dan berlalu. Itulah sebabnya tadi saya katakan, rasanya baru kemarin kita meninggalkan tahun 2009, sekarang sudah memasuki tahun 2010.
Bertepatan hari ini adalah hari Yesus Disunat dan Diberi Nama, pada hari kedelapan setelah kelahiran-Nya; sebagaimana dipersaksikan oleh penginjil Lukas. Sunat dan pemberian nama adalah tradisi penting umat Yahudi yang dilakukan sesaat setelah seseorang dilahirkan. Khususnya bagi orang timur, nama adalah hal penting, unik, dan penuh arti. Kalau ada orang mengecilkan: “Apa arti sebuah nama?”, maka bagi saya: “Nama sangat berarti.” Nama selalu mempunyai arti. Entah itu nama hewan, nama benda, nama pulau, nama tempat, apalagi nama orang. Di dalam nama, terkandung nama historis dan pengharapan; masa lalu dan masa depan.
Nama menandakan adanya kelahiran anak baru, manusia baru, kehidupan baru. Kelahiran bukan hanya memberi sukacita, tetapi menjadi tanda bahwa generasi manusia dan makhluk2 lain terus berjalan. Manusia dan makhluk2 lain terikat pada hubungan timbal balik saling menguntungkan. Keberadaan manusia tergantung pada keberadaan makhluk2 lain di dunia ini. Yang menjaga keberadaan makhluk2 lain adalah manusia; pemazmur membersaksikan hal tersebut. Selama manusia masih berpikir menciptakan atau memberikan nama, selama itu pula kehidupan baru masih berlangsung.
Rasul Paulus menekankan tentang ahli waris atau hak waris. Manusia adalah penjaga dan penerus waris di bumi ini. Oleh karena itu, pemazmur membersaksikan “TUHAN memberikan kemuliaan kepada manusia sehingga manusia menjadi hampir sama seperti Allah.” Dengan kepandaian, hikmat, kemampuan belajar dari sejarah, dengan kemampuan mengendalikan milyaran unsur biologisnya, manusia dipanggil oleh Allah untuk menjadi berkat, menjaga bumi dan alam semesta, sehingga pewarisan bumi dapat terus berlangsung.
Panggilan Tuhan bagi kita, baik umat maupun lembaga gereja, adalah keterlibatan aktif di dalam menjaga harta warisan yang Tuhan titipkan kepada kita, yakni bumi dan seisinya. Tahun ini adalah tahun kita menjaga dan menghijaukan kembali lingkungan alam di bumi yang adalah rumah kita.
Ekologi dan ekonomi saling terkait, dan kita berada di dalamnya. Menanggapi Konferensi Kopenhagen akhir 2009 lalu, kita melihat ke Dokumen dari Tim Keadilan Perdamaian dan Ciptaan DGD di Jenewa 2006. Dituliskan demikian:

“Perubahan iklim merupakan isu keadilan. Orang2 yang menggunakan bahan bakar fosil dalam porsi besar membuat kehidupan orang lain dalam bahaya, yakni orang2 yang hidup di pulau2 bepermukaan rendah dan di pesisir, yang terlindung dari kekeringan, banjir, dan badai. ‘Ekonomi yang berlandaskan minyak fosil’ dengan penekanan yang kuat pada laju pertumbuhan ekonomi yang tidak proporsional menguntungkan orang2 yang memang sudah kaya, telah merusak kehidupan di bumi.”

Dengan kata lain, ketika membeli bensin mobil, seseorang bukan hanya dapat uang tetapi juga telah mengambil uang orang2 miskin. Semakin kita boros pada pemakaian bensin secara tidak proporsional – misal: tetap menyalakan mesin mobil selama parkir – semakin kita membuat orang2 miskin menderita dan merusak bumi.
Kerusakan bumi terkait dengan kepunahan makhluk2 lain, yang semakin hari semakin meningkat. Sebuah penelitian oleh Prof John van Klinekn dari Univ Gronigen memaparkan bahwa antara 1850 – 1950 (dalam 100 tahun) rata2 satu spesies binatang punah setiap tahun; tahun 1989 (dalam 40 tahun kemudian) rata2 satu spesies punah per 1 hari; dan tahun 2000 (dalam 10 tahun kemudian) rata2 satu spesies punah per 1 jam. Yang punah bukan hanya hewan, tetapi terlebih adalah tumbuh2an; mereka tidak bisa menyelamatkan diri sewaktu kebakaran, longsor, dan banjir.
Dampaknya, (yang ringan dulu) bayangkan jika 10 tahun ke depan, kita tidak bisa lagi makan gado2, asinan, salad, sayur asem, lodeh, dengan cocolan sambel bajak, dsb. Diam2 beberapa negara maju telah menyimpan bibit2 sayuran. Ketika kita kehabisan pohon, maka kita harus membeli buncis, kangkung, kacang2an, dsb. dari negara maju. Dampak lain (yang juga serius) kehancuran hutan oleh sumber apa pun turut andil pada kehancuran umat manusia pula. Sebab, hutan adalah makhluk dan karya Allah yang luar biasa. Hutan bukan hanya menyimpan udara dan memperkuat permukaan tanah, tetapi juga menjadi sumber obat, baik obat-obatan yang telah ada maupun cikal bakal obat.
Firman Tuhan kepada kita pada hari pertama dalam tahun 2010 ini adalah: kita adalah ahli2 waris oleh Allah. Jadi berjalanlah, bukan hanya dengan iman, tetapi juga dengan hikmat untuk menjaga dan mengatur lingkungan hidup. Tidak boros, tidak teledor, dan tidak tekabur mengolah alam.
Firman Tuhan menuliskan: “Dalam Dia ada hidup, dan hidup itu terang manusia.” Dengan kata lain, mereka yang mencintai terang, mencintai hidup. Mereka yang mencintai hidup akan menghargai hidup daripada yang lain2. Sulit memang, rasanya sakit juga, tetapi tak-dapat-tidak untuk tetap menatap ke depan. Itulah arti berpengharapan di tengah ketiadaanpengharapan. Berjuanglah demi menjaga kehidupan dan bumi ini, agar kita tetap memancarkan terang. °

Rasa2nya inilah publikasi pertama khotbah saya berdasarkan inisiatif sendiri. Beberapa khotbah yang pernah dipublikasikan biasanya berdasarkan pesanan atau penugasan dari lembaga-lembaga tertentu. Semoga sharing ini bermanfaat bagi pembaca untuk mulai menjadi juru kampanye penghematan sumber alam dan penghijauan kembali.