Sabtu, Juli 31, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT.EM. BEN MALEAKHI

Kompetensi 3: Kepemimpinan

DALIL 15
Dalam kepemimpinan, Pendeta tetap berada dalam jalur pemimpin spiritual.
Ia tidak bergeser menjadi “manager” sebagaimana kedudukan
dalam perusahaan atau direktur di kantor tertentu.
Pengetahuan manajemen yang Pendeta kumpulkan dari berbagai sumber
merupakan bahan penunjang. Sebagai bahan penunjang perlu disaring.
Dalam melaksanakan kepemimpinan Pendeta harus menjaga
agar Gereja tetap sebagai Gereja.
Wibawanya terletak bukan pada kekuasaan,
tetapi pada sejauh mana Pendeta sanggup menganyam firman Tuhan,
sebagai sumber kebijakan (wisdom) dalam keputusan-keputusan yang diambilnya.

Let the Church Be the Church.

Mulai banyak ketua Majelis Jemaat yang bukan Pendeta,
tetapi Penatua.
Salah satu dasar pemikirannya adalah
agar Pendeta tidak terlibat terlampau mendalam dalam aspek organisasi.
Keberadaannya yang tidak langsung sebagai pemegang “palu”
diharapkan dapat mengamati (observe) sejauh mana kebenaran Alkitabiah
dapat diterapkan dalam kehidupan bergereja dalam masa yang sulit ini.

Kalau hal tsb. di atas mau dijalankan,
maka ada beberapa hal penting perlu dicermati, antara lain:
Ketua non-Pendeta,
selain mempunyai waktu yang cukup agar masalah-masalah tidak terbengkalai.
Ketua non-Pendeta
perlu terbuka terhadap Pendeta untuk saling bertukar pendapat,
bahkan sehati-sepikir di dalam Tuhan.
Hadirnya Ketua non-Pendeta perlu diterima baik,
baik oleh kalangan kemajelisan sendiri maupun oleh Jemaat pada umumnya.
Ketua non-Pendeta tetap berpijak dan
berorientasi pada pegangan Alkitab.
Jangan menggantikannya dengan pegangan lain,
seperti yang berlaku pada perusahaan atau organisasi non gerejawi.



Kepemimpinan yang dijalankan oleh Pendeta di tengah
pelaksanaan struktur yang diketuai oleh non-Pendeta bergerak
dalam hal-hal penting yang cukup strategis, antara lain:
Mengkonsep hal-hal penting untuk dilaksanakan atau
disampaikan melalui Ketua (yang non-Pendeta)
Sikap proaktif dalam menangani masalah-masalah yang potensial.
Dengan sikap ini Pendeta sangat membantu Ketua.
Kita perlu menjaga agar waktu kita jangan tersita untuk
menyelesaikan berbagai macam masalah yang pada intinya
melayani suatu ketidak-puasan.
Lebih baik kita mengarahkan diri pada hal-hal yang bersifat preventif,
seperti melengkapi anggota Jemaat agar mandiri dan dewasa dalam iman.

Sadar atau tidak sadar,
sebagai pemimpin baik Pendeta atau pun non-Pendeta
kita terjebak dalam sikap memimpin
sambil memerintah dan bukan melayani.
Kita cenderung untuk menjadi penguasa kecil,
ketimbang memimpin sebagai bapak yang memberi teladan.
Oleh karena itu, siapa pun yang memimpin perlu sekali lagi
merenungkan pesan Tuhan Yesus yang demikian:

"Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar
di antara kamu hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa
ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi
hamba untuk semuanya." ( Mrk 10:43-44 )

Kepemimpinan yang dijalankan Pendeta
haruslah bertumpu pada kesediaannya untuk melayani, sebagaimana
Tuhan Yesus tunjukkan baik dalam ucapan-Nya maupun perbuatan-Nya.
Sebagai pemimpin, Pendeta menjaga wibawanya bukan karena jabatannya,
tetapi terlebih karena Firman Tuhan yang menjiwai perasaan,
pikiran maupun tindakannya.

Apakah komentar Anda?

Kamis, Juli 22, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT.EM. BEN MALEAKHI

DALIL 14
Pendeta tidak sanggup dan juga tidak perlu
melaksanakan tugas penggembalaan itu seorang diri.
Sebab itu Pendeta harus memiliki:
Jaringan penggembalaan co-Pastor sebagai
sistem bagi awam untuk saling menggembalakan
Dia (Pendeta) tidak boleh memonopoli peran
penggembalaan itu pada dirinya sendiri.
Sebab, kalau demikian, bila ia pergi,
maka Jemaat akan mengalami kesulitan.
Pendeta bertanggung-jawab atas penggembalaan,
namanya saja “gembala”,
namun ia melaksanakannya dengan memakai sistem yang tepat guna.
Jemaat tidak boleh bergantung hanya pada satu atau dua orang saja.
Dalam hal ini, sama sekali bukan berarti Pendeta boleh menganggur
dan tidak mengadakan pelawatan door-to-door.
Ditinjau dari sudut penggembalaan,
dapat dikatakan Jemaat yang kuat adalah bukan Jemaat
yang menggantungkan diri pada Pendeta.
Jumlah Pendeta yang banyak dan
masing-masing memiliki kemampuan teologis atau psikologis yang baik
bukanlah jaminan.
Yang dibutuhkan adalah sebuah sistem jaringan yang baik.
Jaringan untuk memobilisir awam dalam gerakan saling menggembalakan.
Hal tersebut di atas dikatakan dalam buku:

Can the Pastor Do It Alone

Buku itu sudah diuji-coba puluhan tahun.
Setelah hasilnya memuaskan, barulah diterbitkan.
Buku itu berisikan banyak hal yang penting, antara lain:
Bagaimana merekrut calon co-Pastor
Bagaimana menyiapkan mereka
Bagaimana menempatkan mereka dalam tugasnya sehari-hari
Bagaimana memelihara kondisi para co-Pastor itu
Bagaimana mengatasi kelemahan intern maupun ekstern co-Pastor
(Kelemahan ekstern co-Pastor, misalnya:
Mereka ditolak oleh anggota Jemaat,
karena dianggap kurang memiliki kompetensi, bukan Pendeta dlsb)

Dalam melaksanakan tugas pelawatan (door-to-door),
sebaiknya Pendeta didampingi oleh pasangannya (istri atau suami).
Pemahamannya begini:
Dalam kunjungan pastoral itu kita bayangkan
keluarga berjumpa dengan keluarga.
Bukan seperti dokter dengan pasien.
Kalau kunjungan dilakukan bersama,
Pendeta bersama istri atau suami dapat melanjutkan pergumulan doa
bagi anggota Jemaat ketika mereka di rumah.
Doa yang kontinu penting dalam penggembalaan.
Bukan hanya doa ketika berhadapan dengan anggota Jemaat yang diutamakan.
Bila dibutuhkan percakapan dengan suami atau istri saja,
maka suasana sudah mendukung untuk segera melaksanakannya.
Karena, anggota Jemaat sudah mengenal Pendeta bersama istri atau suaminya.

Mengenai “jam bicara Pendeta”, ada yang perlu diingatkan, yaitu:
Jam bicara Pendeta tidak menggantikan
Penggembalaan dalam kunjungan rumah tangga.
Alasannya begini:
Dalam kunjungan Pendeta berarti
Gembala datang ke dunia kehidupan sehari-hari dari anggota Jemaat.
Sedangkan dalam jam bicara anggota datang ke dunia kerja Pendeta.
Ini perbedaan besar.
Dalam kunjungan ke dunia sehari-hari kehidupan anggota Jemaat
Pendeta dan istri mengenal mereka dengan lebih pas.
Dan, pengenalan yang demikian menjadi modal dasar untuk
pengembangan usaha penggembalaan berikutnya.
Jangan kesibukan Pendeta menghalalkan
penggantian kunjungan rumah menjadi jam bicara.
Siapa perlu boleh datang pada waktunya. Bukan begitu.
Dalam memobilisir awam untuk saling menggembalakan,
yang penting sebagai modal dasar adanya saling memberi perhatian.
Sebab itu ayat Alkitab di bawah ini dapat direnungkan sebagai titik tolak:
Marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling
mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. (Ibr 10:24)

Apakah komentar Anda?

Selasa, Juli 13, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN. MALEAKHI

DALIL 13
Sederhananya tugas penggembalaan adalah begini:
Bagaimana caranya mengubah keadaan:
Dari konflik menjadi kompak
Dari tegang menjadi tenang
Dari marah menjadi ramah
Dari duka menjadi suka

Nampaknya sederhana, hanya memutar dari yang negatif menjadi positif.
Tetapi, kenyataannya sukar sekali,
bahkan tidak mungkin kalau bukan dengan kuasa Roh dan Firman.
Seorang Pendeta (dalam hal ini Gembala) adalah
orang yang menunjukkan arah di mana dapat bertemu dengan
Gembala Yang Baik, yaitu Yesus Kristus
melalui Firman-Nya di dalam kuasa Roh Kudus.

"Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu,
jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan
kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan,
tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah
kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu,
tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu." (1Pet 5:2-3)

Konflik mempunyai tiga aspek, yaitu:
Konflik dengan Tuhan,
konflik dengan diri sendiri
konflik dengan sesama dan lingkungan.
Mulai dari konflik yang pertama,
kemudian mempengaruhi yang kedua,
akhirnya sampai pada yang ketiga.
Bagaimana penyembuhannya?
Juga tiga aspek.
Mulailah dengan membereskan hubungan dengan Tuhan,
kemudian menerima diri sendiri sebagaimana adanya,
dan barulah terbuka untuk menerima sesama dan
lingkungan sebagaimana adanya.

Dari konflik yang tiga aspek itu menjadi kasih yang juga tiga aspek, yaitu:
"Kasihilah Tuhan Allah-mu dengan segenap hatimu dan
segenap jiwamu dan segenap akal-budimu
Kasihilah sesamamu manusia Seperti dirimu sendiri
Itulah hukum utama." (Mat 22:37-40)

Untuk mengatasi konflik, hal penting yang pertama adalah kasih.
Yang kedua adalah damai sejahtera (syalom):
"Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku
Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti
yang diberikan oleh dunia kepadamu." (Yoh.14:27)

Masalahnya adalah, bagaimana Pendeta menganyam kedua unsur potensial itu
(kasih dan syalom) dalam melaksanakan penggembalaan.
Menurut 1Petrus 5:2-3 Pendeta menyampaikan berita yang demikian itu
terutama dan terkhusus dengan menjadikan dirinya
”teladan” bagi domba gembalaannya.
Ia bukan saja berkata-kata,
mengemukakan teori ini dan itu yang penting,
tetapi juga membuka diri untuk dilihat sebagai teladan.
Artinya, kalau hidup Pendeta sehari-hari memang diliputi
oleh kasih dan damai sejahtera,
maka kata-kata dan ajakannya dalam penggembalaan akan diikuti orang.

Jangan salah paham.
Berbagai teori pastoral atau pun konseling tentu dibutuhkan.
Tetapi hal yang mendasar sebelum memakai berbagai teori itu
adalah keteladanan sang Pendeta itu sendiri.

Apakah komentar Anda ?