Minggu, Oktober 10, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN MALEAKHI
... bagi saya.

(Habis)


>Beliau menyebutnya sebagai *dalil-dalil bagi pendeta*
>"Dalil-dalil" ini dapat berlaku umum tetapi juga dapat berlaku
>khusus buat pendeta atau pengerja GKI.

RR: saya sendiri melihat bahwa dalil Pdt Ben merupakan percikan
spiritualitasnya. Saya tidak tahu seberapa tebal tulisan tersebut nantinya
(4 dari 17 dalil, sebab masih bersambung), namun saya ingin memberikan
sedikit komentar.

Berbeda antara percikan spiritualitas dan uraian teologis-filosofis. Uraian
teologis-filosofis lebih bersifat keilmuan objektif berdasarkan penelitian
pustaka dan atau lapangan. Tekanan utamanya adalah seberapa banyak buku yang
dibaca dan pendalaman si penulis. Sedangkan percikan spiritualitas berangkat
dari pengalaman hidup personal sang penulisnya. Melalui tulisan
spiritualitasnya, pembaca berhadapan dengan kehidupan dan eksistensi si
penulis sendiri; hal ini tidak dijumpai dalam sebuah uraian
teologis-filosofis di mana si penulis tak perlu "mengisahkan" pengalaman
hidupnya sendiri. Tulisan Pdt Ben menggambarkan hal tersebut, sehingga
ketika membacanya saya langsung membayangkan bahwa Pdt Ben adalah bukan
sekadar pendeta, melainkan seorang asket di dunia (innerweltische askese).
Sejarah banyak ditopang oleh orang semacam ini, yang dalam bahasa Perjanjian
Lama disebut nabi. Menulis percikan spiritualitas tidak berarti menolak
buku-buku acuan, malahan sebaliknya dan justru melampauinya. Pasti ada
ribuan buku yang telah dan masih tetap dibacanya, namun – berbeda dengan
penulisan karya teologis-filosofis – si penulis tidak semata-mata tergantung
pada buku-buku. Eksistensi dan pengalaman hidupnyalah yang mewarnai
tulisannya dan mengatasi semua buku yang dibacanya. (memang biasanya
pancaran spiritualitas ditulis oleh orang yang telah beruban rambutnya).
Siapa pun yang membaca dalil Pdt Ben akan tiba pada kesimpulan bahwa dalil
itu beracuan pada banyak sekali buku dll, namun si penulis tidak melulu
tergantung pada buku-buku acuan tersebut. Ada sesuatu yang mengatasi
sumber-sumber objektif tersebut, sehingga dalil tersebut bersifat universal
(di mana saja, kapan saja), inklusif (bukan hanya untuk Pendeta), dan
fleksibel (dapat diterapkan menurut model lain). Jelas, dalam karya tertulis
spiritulitas seperti itu tidak terdapat perbantahan teori atau perdebatan
data. Namun setiap pembaca akan memperoleh nilai-nilai yang dalam tentang
makna kehidupan dan hakikat manusia di hadapan Allah.

Rasid Rachman
(bersambung juga menanti sambungannya)