Senin, Mei 17, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIAKAN HIKMAT PDT. EM. BEN MALEKAHI

DALIL 8
Ketika berkhotbah seorang Pendeta harus menyadari,
bahwa dirinya adalah bagian dari khotbahnya sendiri.
(The Preacher is a part of the Message)
Hidupnya merupakan khotbahnya juga.
Bintang film diminta memeran orang lain.
Ia memerankan tokoh dalam cerita.
Ia selalu menjadi orang lain.
Tetapi, pengkhotbah selalu menjadi dirinya sendiri,
yaitu dirinya yang dipakai Tuhan (be yourself).
Khotbah dan Pekabaran Injil tidak dipisahkan terlampau jauh.
Ketika berkhotbah ia memberitakan Injil.
Keduanya menduduki tempat utama dalam tugas-panggilan seorang Pendeta.
Namun sayang, seringkali tidak dapat disiapkan dengan baik.
Penyebabnya adalah kurang waktu.
Tetapi, juga kurang doa dan kurang masukan dari yang berkepentingan,
yaitu Jemaat. Kurang memiliki literatur tentang teori berkhotbah.
Kurang bacaan tentang isi khotbah yang baik.
Kurang ini, kurang itu dan masih banyak lagi kekurangan lain.
Perlu diperbaiki.

"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya,
nyatakan apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala
kesabaran dan pengajaran." (2Tim 4:2 )

Persiapan dan kesiapan khotbah. Berbicara mengenai persiapan
dan kesiapan khotbah sebenarnya menyangkut seluruh hidup Pendeta.
Karena, pertama-tama dan yang utama, hidupnya adalah bagian dari khotbahnya.
Selain Alkitab, hidupnya sendiri merupakan sumber inspirasi bagi khotbahnya.
Kalau ia hidup di antara mereka yang menderita,
khotbahnya akan sarat dengan kasih yang nyata.
Kalau ia hidup di dunia politik yang bergolak,
maka pemberitaannya pasti diwarnai dengan keadilan, pembebasan, dsb.
Semua dibutuhkan, asalkan bersumber pada firman Tuhan juga.

Bagaimana khotbah yang baik? Itu sering ditanyakan.
Banyak jawaban yang telah diutarakan.
Yang berikut adalah sekelumit penambahan yang kiranya baik diperhitungkan.
Khotbah yang baik menghadirkan kuasa Tuhan. Ini di luar wewenang Pendeta.
Mohon kesediaan Tuhan.
Pendeta dan Jemaat (bukan hanya Pendeta) berlutut di hadapan Tuhan
yang empunya Firman.
Berlutut dan berdoa,
bukan hanya pada hari Minggu menjelang kebaktian dilangsungkan,
tetapi sehari-harinya juga.
Khotbah yang baik membuka kemungkinan orang berjumpa dengan Tuhan.
Dalam perjumpaan itu orang mengalami pembaruan hidup.
Pembaruan yang hanya akan terjadi oleh kuasa Roh dan Firman.
Mereka memuji Tuhan dan mempersembahkan hidup-Nya bagi kemuliaan-Nya.
Khotbah yang baik bukan hanya menghibur.
Khotbah yang baik menghasilkan Jemaat diberdayakan (empowered).
Mereka dimampukan untuk mempersaksikan kasih Kristus.
Mereka juga melaksanakan kasih itu dalam hidupnya sehari-hari.
Di mana? Di rumah (dalam lingkungan terdekat),
di kalangan Jemaat (saudara-saudara seiman),
dalam masyarakat (dunia ke mana Tuhan mengutusnya).
Khotbah yang baik mengarahkan orang ke luar, bukan hanya ke dalam.

Apakah komentar Anda?

Sabtu, Mei 01, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT.EM. BEN MALEAKHI

DALIL 7
Tiada hari tanpa doa dan Alkitab. Bersaat teduh setiap hari. Meditasi,
ber-refleksi dan evaluasi diri menumbuhkan potensi
Adakah ruangan khusus di pastori Anda, untuk Anda belajar?
Orang katakan begini: (dan mudah juga ditangkap maknanya)
“Kalau mengharapkan susunya, peliharalah sapinya.”

Seringkali kita melakukan hal yang keliru.
Bagaimana kita mengharapkan ada kekuatan,
padahal kita tidak menghimpun kekuatan?
Bagaimana kita akan dekat dengan Tuhan,
padahal kita tidak menyediakan diri untuk datang menghampiri-Nya
secara teratur dan mendisiplinkan diri secara ketat?
Bagaimana kita mau menjadi bijak,
padahal kita tidak menggali sumber kebijakan (wisdom) yaitu firman-Nya?

Hal lain, yang juga mendukung rumusan di atas adalah penjelasan ini:
Apakah efektif itu? Sering kita mengatakan biarlah Anda
menjadi orang yang efektif dalam melakukan ini dan itu. Apa artinya?
Efektif adalah berproduksi dan berproduksi lagi dan berproduksi lagi,
jadi semakin lama semakin bertambah kuantitas maupun kualitas.
Kalau kita berprestasi, tetapi tidak dapat mempertahankannya,
apalagi meningkatkannya terus, maka kita bukan orang yang efektif.
(Rumusan semacam ini dijelaskan dengan baik sekali dalam buku:
The Seven Habits of Highly Effective People).

Nah, sebagai Pendeta, kita harus menjaga sumber-sumber potensi
untuk melayani dengan efektif. Salah satu caranya adalah dengan
menekuni saat teduh sSetiap hari. Tiada hari tanpa doa dan Alkitab.
Rumus ini bukan rumus yang dibuat-buat. Kita akan mengiakannya,
kalau memahami apa yang dikatakan dalam Mazmur 119:15, 27, 97, dll.

"Pagi-pagi buta aku bangun dan berteriak minta tolong;
aku berharap kepada firman-Mu. Aku bangun mendahului
waktu jaga malam untuk merenungkan janji-Mu." (Mzm 119:147-148)

Hambatan yang mudah menggagalkan kita dalam menekuni bersaat teduh
tiap hari adalah hal-hal yang seringkali dianggap remeh dan sepele.
Kalau hal-hal itu tidak diwaspadai akan menghancurkan kebiasaan yang baik
untuk membina potensi spiritual kita.
Hambatan-hambatan yang menghadang kita itu, misalnya:

Malas
Malas tidak ada obatnya, kecuali belajar bagaimana menjadi rajin.
Tidak disiplin. Memang perlu ada orang yang mengingatkan.
Namun, yang terutama harus dorongan dari dalam diri sendiri.
Terlampau sibuk. Kalau tidak diimbangi dengan saat teduh
dan belajar serta menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh,
maka kegiatan yang beraneka ragam dan banyak jumlahnya
serta semerawut itu akan merupakan tong kosong, tanpa isi.
Sayang sekali. Hanya sampah yang dihasilkan, bukan buah-buahan segar.
Makanan tanpa gizi yang disajikan.
Bagaimana pelayanan yang demikian bisa dipertanggung-jawabkan?

Seorang Pendeta akan membaca dan merenungkan serta memahami firman-Nya
bukan hanya ketika menghadapi tugas mempersiapkan khotbah atau ceramah.
Bukan hanya untuk itu, tetapi untuk dirinya sendiri juga.
Bahkan, untuk dirinya terlebih dahulu.
Ia harus memelihara hubungan pribadinya dengan Tuhan: akrab dan mesra!
Mengapa? Karena ia mengasihi Tuhan!

Apakah komentar Anda