Rabu, Oktober 29, 2008

Berhening di Makam Bunda


Oleh: Rasid Rachman

Bunda Teresa dimakamkan di Mother House. Makam itu terletak di bagian depan (namun pintu masuk adalah dari arah belakang, maka makam ini tidak pas di pintu masuk tersebut), menyatu dengan tempat para suster melakukan aktivitas harian. Di atas makam, di lantai 2 terletak kapel. Di kapel itu dilayankan ibada-ibadah harian untuk komunitas dan umum, pagi pukul 06.00 dan senja pukul 18.00.
Area makam sekitar 10 m x 6 m. Pintu masuk terletak disebelah kepala pusara, dari arah dalam Mother House. Pusara jasad Bunda Teresa setinggi 120 – 140 cm, panjang sekitar 200 cm dan lebar sekitar 180 cm. Pusara itu berwarna putih krem berbatu pualam. Suasana sejuk dan tenang terasa di dalam makam itu, kontras dengan semrawut dan bisingnya Kolkata.
Tidak ada yang istimewa dari penempatan makam tersebut. Mau ke makam itu, tidak dikenakan prosedur apa pun, kecuali pembatasan waktu berkunjung. Siapa saja boleh masuk-keluar, berkunjung, berziarah mempersembahkan bunga, atau sekadar melihat-lihat foto dan tulisan tentang Bunda Teresa. Kadang-kadang, lokasi makam itu juga digunakan untuk saling berbicara. Asal semua orang saling menghormati, dan menjaga kekhidmatan tempat tersebut.
Saya seringkali ke makam itu jika libur bekerja atau sore hari. Biasanya tanpa alasan jelas; sekadar menghabiskan waktu atau beristirahat atau sekadar berhening. Kesunyian dan keheningan kadang menjadi kebutuhan setelah seharian beraktivitas. Di dalam keheningan itu, saya merasakan hadirnya Bunda Teresa di ruang itu. Aman dan nyaman.
Namun keberadaan itu adalah istimewa. Makam itu bukan hanya mendatang aura spiritualitas Bunda Teresa, tetapi juga menjadi oasis bagi setiap orang yang mencari kesunyian dan keheningan. Ketiadaan “oasis” rutintas dan aktivitas itulah yang seringkali dilupakan sebagai suatu kebutuhan. 

Selasa, Oktober 28, 2008

JEMAAT-JEMAAT YANG SAYA KENAL

Oleh: Rasid Rachman


Sejak kuliah hingga kini, saya telah menjelajani beberapa Jemaat GKI. Hal itu terjadi dengan berbegaia alasan. Ada yang karena tuntutan studi, peraturan gerejawi, atau karena gagal, tidak betah, atau mutasi baik-baik. Kini, semuanya memberikan kesan yang mendalam.
Pertama, Collegium Pastorale 1987 selama 2 bulan. Jemaat menengah ini begitu ruwet dengan tempaan Gerakan Reformed Injili yang banyak merongrong kemapanan GKI saat itu. Para orang muda dikompori untuk merasa lebih benar dan ortodoks di dalam doktrin-doktrin Kristen. Sesuai dengan sifatnya yang kritis (alih-alih: fundamentalis), mereka menjadi militan kepada Pendeta, Penatua, warga jemaat, bahkan kepada institusi gereja. Beberapa pengunjung bermuka badak masuk ke Jemaat dan mengobok-obok Jemaat untuk menegakan fundamentalisme reformed injili. Mereka ada di Komisi Pemuda, Komisi Remaja, dan beberapa di Komisi Anak. Memang, beberapa orang muda terkena pengaruh buruk reformed injili di Jemaat ini. Tidak sedikit dari mereka yang agresif terhadap Pendeta, Penatua, dan Tata Gereja
Kedua adalah Jemaat untuk menjalani Masa Orientasi 1989. Jemaat kecil ini hanya terdiri dari 200 orang. Jemaat keluarga ini mengutamakan keakraban dan kekeluargaan. Formalitas, rasanya tidak laku di sini. Demikian pula kualitas program, bukan kebutuhan utama. Yang penting adalah terjaganya suasana kekeluargaan. Satu sakit, semua menjadi sakit. Satu bergembira, semua tertawa. Hingga kini, setelah hampir 20 tahun secara resmi saya meninggalkan Jemaat ini, hubungan informal tetap terjalin.
Ketiga, kembali saya berhadapan dengan pengaruh fundamentalisme dari gerakan reformed injili di sebuah Jemaat besar. Walaupun kekuatan reformed injili di GKI tidak lagi sekuat tahun lalu, namun dampak dan kegarangannya masih menonjol. Sekarang dan di Jemaat ini malah lebih berbahaya, karena bergerilya, tidak terang-terangan. Beberapa Penatua bahkan telah terpengaruh dan masuk. Di Pemuda, Remaja, dan Sekolah Minggu malah lebih berani. Fundamentalisme telah merasuk, sehingga tidak begitu tampak di permukaan. Enerji pengelola Jemaat untuk mendamaikan ajaran ini terkuras, sehingga pembangunan Jemaat terabaikan.
Setelah beberapa belas tahun kemudian, Jemaat ini memang telah “jinak”, tetapi perannya sebagai salah satu Jemaat besar di GKI tidak lagi kentara; kejayaannya telah pudar. Merosotnya pengunjung ibadah mau tak mau menguras konsentrasi Jemaat untuk menanggunglanginya. Fundamentalisme membuktikan diri bukan sebagai pembangun GKI, tetapi membunuh GKI dari dalam.
Keempat adalah Jemaat menengah juga. Fundamentalisme tidak kuat, tetapi beberapa orang cukup loyal ke reformed injili; injili tradisional cukup kuat, tetapi sebagian kebanyakan orangnya tetap orang Kristen baik-baik; dan model GKI juga kuat, dengan orang-orangnya yang justru tidak mencerminkan semangat membangun GKI.
Orang-orang injili model pantekostal tidak terlalu banyak berperan di dalam Jemaat setelah memiliki “lapangan” kerohanian di luar Gereja. Sayang sekali. Padahal peran mereka sebetulnya tetap dibutuhkan. Warna teologi dan selera kerohanian yang berbeda ini memang serba dilematis.
Orang-orang yang nampaknya pro-GKI – biasanya terdiri dari mereka yang merasa berjasa mendirikan Jemaat ini alias orang lama – seringkali mempermainkan Tata Tertib GKI. Peraturan-peraturan untuk mendukung pelayanan, semisal kewajiban MJ kepada Pendeta, peremajaan komputer, perhatian kepada karyawan gereja, perhatian kepada orang miskin, dan pastoral kepada jemaat, justru sangat sulit diterapkan.
Kelima adalah Jemaat yang mengutamakan keakraban dan kekeluargaan. Konflik, berusaha diredam. Tetapi inovasi, memang agak lemah. Di sini, pengaruh reformed injili tidak ada. Sekalipun ada beberapa orang yang memiliki selera kerohanian “rada aneh”, namun peran mereka dapat dikendalikan atau dilokalisasi. Memang, keharmonisan kehidupan berjemaat jangan sampai ditenggelamkan oleh kualitas seseorang dengan ambisi menguasai Jemaat Tuhan.
Keenam adalah Jemaat pertama dan terlama yang saya kenal. Ini Jemaat gado-gado campur, terutama dalam hal penerapan ajaran. Pengaruh dari figur beberapa orang cukup kuat, sehingga ketergantungan dan status quo juga (= mudah-mudahan tidak) menjadi model Jemaat berusia lebih daripada 20 tahun ini.
Jemaat ketujuh ...? Tersembunyi ujung jalan, dengan Bapa aku maju dengan mata terpejam. ®