Selasa, Juni 01, 2010

DALIL-DALIL BAGI PENDETA

PERCIKAN HIKMAT PDT. EM. BEN.MALEAKHI

DALIL 9
Bagi seorang Pendeta, khotbahnya adalah ibadahnya di hadapan Tuhan
(Preaching is an act of worship)
Khotbah tidak sama dengan pidato
Sebagai bagian dari ibadah, khotbah merupakan persembahan.
Tujuan ibadah adalah memuliakan Tuhan, demikian juga tujuan khotbah.
Manusia diciptakan Allah agar beribadah kepada-Nya.
Itu terjadi sejak di taman Firdaus. Dosa memisahkan manusia dari Allah.
Yesus Kristus datang untuk mengembalikan manusia kepada Allah.
Termasuk di dalamnya, agar manusia beribadah kepada Allah dengan baik dan
benar.

Pendeta yang berkhotbah sedang berada dalam ibadah.
Ia sendiri beribadah dan memimpin Jemaatnya beribadah.
Tentu saja suasana ibadah ini dilengkapi dengan nyanyian, doa, dsb.
Penampilan diri sebagai pemimpin ibadah ini menentukan
Pendeta untuk melakukan beberapa hal penting, antara lain:

Ia memakai pakaian jabatan.
Pakaian ini tidak biasa dipakai, kecuali dalam peribadahan resmi.
Ia memulai dengan votum (tanda mulai.... memasuki ibadah....dikuduskan)
Ia mengakhiri dengan berkat
Ia seolah begitu berhak menyatakan
pengampunan dosa dan memberi perintah hidup baru

Tujuan khotbah adalah sebagai berikut::
Mengajak Jemaat untuk menjadi pelaku Firman, bukan hanya pendengar.
Khotbah mencakup dua hal seperti dua sisi dari satu mata uang logam.
Khotbah adalah i n f o r m
tetapi juga p e r f o r m.
Khotbah adalah informasi yang didengarkan dan pada pihak lain,
apa yang didengarkan itu dilaksanakan (perform)
Sejalan dengan hal tsb. di atas, maka khotbah juga bertujuan memuliakan
Tuhan.

Sering orang tidak puas dalam mendengarkan khotbah.
Keluhan itu baik untuk diperhatikan.
Tetapi, apanya yang tidak memuaskan.
Tentu, bukan hanya belum mendapat penghiburan,
masalah pribadinya belum terjawab,
cara penyampaiannya kurang komunikatif, dsb.
Bukan hanya itu.
Yang utama adalah sudahkah kita diajak untuk memuliakan Tuhan.
Memuliakan Tuhan mulai dari yang dilakukan di ruang ibadah,
namun terus harus dibawa sampai pada ruang yang lain,
yaitu ruang kehidupan sehari-hari.
Ada contoh dalam Alkitab tentang khotbah yang hidup,
misalnya Kisah 2:14-40, setelah mendengarkan khotbah Petrus, orang bertanya.
Pertanyaan itu mencerminkan sikap yang baik
terhadap pemberitaan yang berdaya-guna (powerful).

"Ketika mereka mendengar hal itu hati mereka sangat terharu,
lalu mereka bertanya kepada Petrus dan rasul-rasul lain:
’Apakah yang harus kami perbuat, saudara-saudara?’" (Kis.2:37)

Kalau begitu, setelah mendengarkan khotbah
Jemaat pulang dengan pergumulan.
Mereka menggumuli apa yang harus diperbuat
untuk memenuhi khotbah yang baru usai.
Ibadah sudah selesai, begitu juga khotbah sudah disampaikan.
Namun, ibadah yang lain justru baru dimulai,
yaitu ibadah dalam arti luas.
Ibadah dalam arti luas adalah kehidupan sehari-hari.
Di dalam kehidupan inilah pertanyaan tadi menjadi penting,
yaitu apakah yang harus mereka perbuat?

Jadi, adalah baik kalau orang pulang dari kebaktian dengan perasaan lega.
Lega, karena sudah mendapat penghiburan dari Firman Tuhan.
Itu baik, tetapi tidak cukup. Selanjutnya mereka harus bergumul,
Justru bergumul untuk melakukan apa yang difirmankan Tuhan.
Itulah yang dimaksudkan dengan ucapan: "Jemaat tidak dimanjakan".

Apakah komentar Anda?

Tidak ada komentar: